3 Macam Interaksi Cahaya pada Materi
1.
Absorpsi (Absorption)
Absorpsi terjadi selama
perambatan cahaya di dalam medium apabila frekuensi cahaya sama (resonansi)
dengan frekuensi transisi atom-atom di dalam medium. Pada peristiwa ini,
intensitas cahaya berkurang. Absorpsi sangat berkaitan dengan transmisi, karena
hanya cahaya yang tidak terabsorpsi yang akan ditransmisikan melalui medium.
Absorpsi selektif yang pada panjang gelombang tertentu yang menyebabkan
material menjadi terlihat berwarna. Misalnya, rubi yang berwarna merah karena
menyerap cahaya biru dan hijau namun tidak menyerap merah.
Saat kita menyinari
suatu objek dengan cahaya polikromatik, sebagian energi cahaya tersebut akan
diserap. Pada skala mikro, kita dapat membayangkannya sebagai peristiwa
absorpsi atau penyerapan foton oleh atom yang berada pada keadaan dasar
sehingga menyebabkan atom bertransisi ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Foton yang diserap memiliki energi yang besarnya sama dengan dengan beda energi
∆E antara keadaan tereksitasi dan keadaan dasar. Besarnya energi ini
bersesuaian dengan frekuensi foton v.
∆E
= E2 – E1 = hv
Laju transisi atau
probablitias terjadinya transisi dari keadaan E1 ke keadaan E2 akibat
penyerapan foton dapat dihitung menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh
Albert Einstein berikut:
dengan dengan u(v)
merupakan rapat daya medan elektromagnetik pada frekuensi v, N1 adalah populasi
pada tingat energi E1, dan B12 adalah koefisien Einstein untuk kasus transisi
dari tingkat energi E1 ke E2.
2.
Emisi spontan (Spontaneous emission)
Luminesensi merupakan
nama yang diberikan pada peristiwa emisi spontan cahaya oleh atom yang
tereksitasi di dalam medium optik. Salah satu cara agar atom mengalami eksitasi
adalah dengan absorpsi cahaya. Jadi luminesensi terjadi setelah atom mengalami
absorpsi walaupun tidak semua absorpsi diikuti oleh luminesensi. Karena, kadang
setelah absorpsi aton yang tereksitasi akan kehillangan energi dalam bentuk
panas sebelum sempat mengemisikan cahaya. Pada peristiwa luminesensi, cahaya
diemisikan ke segala arah dan mempunyai frekuensi yang berbeda dengan cahaya
datang.
Luminesensi adalah
fenomena fisika berupa pancaran cahaya dari suatu bahan yang tidak panas.
Luminesensi adalah emisi cahaya oleh suatu zat yang bukan berasal dari panas,
sehingga ia adalah sebuah bentuk radiasi benda dingin. Luminesensi dapat
disebabkan oleh reaksi kimia, energi listrik, gerakan subatomik, atau tekanan
pada kristal (Piezoelektrik). Ini membedakan luminesensi dari pijaran
(inkandesens), yang cahayanya dipancarkan oleh suatu zat sebagai akibat dari
pemanasan. Secara historis, radioaktivitas dianggap sebagai bentuk
radioluminesensi, meskipun sekarang ini dianggap terpisah karena melibatkan
lebih dari radiasi elektromagnetik. Istilah luminesensi diperkenalkan pada
tahun 1888 oleh Eilhard Wiedemann. Peralatan panggilan, tangan, sisik, dan
tanda-tanda penerbangan dan instrumen navigasi dan tanda-tanda lainnya sering
dilapisi dengan bahan luminesensi dalam proses yang dikenal sebagai proses
luminesensi.
Atom yang berada pada
keadaan E2 umumnya hanya bertahan selama 10-8 detik sebelum akhirnya kembali
lagi ke keadaan awalnya yaitu E1. Transisi ini dikatakan berlangsung secara
spontan sambil melepaskan foton. Laju transisi untuk kasus emisi spontan ini
dapat dihitung menggunakan persamaan:
dengan N2 adalah
populasi pada tingat energi E2 dan A21 adalah koefisien Einstein untuk kasus
transisi dari tingkat energi E2 ke E1. Pada peristiwa ini, foton dipancarkan
secara acak dalam artian arah rambat foton bisa kemana saja.
Foton yang dipancarkan
memiliki energi yang besarnya sama dengan beda energi antara dua keadaan
transisi tersebut, namun karena adanya fenomena broadening pada kedua tingkat
energi ini, energi foton yang dipancarkan sedikit berbeda dibanding energi
foton yang diserap sebelumnya untuk mencapai keadaan eksitasi.
3.
Emisi terstimulasi (Stimulated emission)
Kata Laser adalah
sebuah singkatan dari bahasa Inggris yaitu Light Amplification by Stimulated
Emission of Radiation yang mempunyai arti pengerasan pancaran cahaya
berdasarkan emisi terstimulasi .Yang pokok dari emisi terstimulasi ini adalah
cahaya (foton) menjalar dengan arah, energi dan fase yang sama (koheren). Pada
tahun 1958 laser telah diramalkan oleh Townes dan Schawlow,dan untuk hal
tersebut Townes mendapat hadiah Nobel tahun 1981. Baru pada tahun 1960, dua
tahun setelah diramalkan dapat direalisasikan oleh Th Maiman, dengan laser
terbuat dari rubi.
Radiasi elektromagnet
dapat berinteraksi dengan atom atau molekul yang mempunyai tingkat energi dalam
keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi karena memperoleh energi.
Atom atau molekul yang tereksitasi dapat kembali ke keadaan dasar dengan dua
cara yaitu emisi spontan dan emisi terstimulasi. Radiasi emisi spontan adalah
Radiasi yang dipancarkan secara langsung oleh atom atau molekul yang
tereksitasi ketika menuju posisi level energi yang lebih rendah.
Atom
tereksitasi = atom keadaan dasar + foton
|
Radiasi emisi stimulasi
adalah radiasi yang dipancarkan ketika foton lain menumbuk atom atau molekul
tereksitasi. Energi foton harus sama dengan selisih level energi transisi atom
atau molekul tereksitasi. Foton yang dihasilkan sama dengan foton yang datang
dan dapat mestimulasi emisi pada atom tereksitasi yang lain.
Atom
tereksitasi + foton = atom keadaan dasar + 2 foton
|
Probabilitas foton baru
untuk menginduksi atom tereksitasi lain adalah sama dengan probabilitas foton
untuk diserap oleh atom dalam keadaan dasar. Reaksi rantai dapat terjadi bila
jumlah atom dalam keadaan tereksitasi lebih banyak daripada atom berkeadaan dasar.
Untuk itu diperlukan paling sedikit tiga level energi. Atom mula-mula dalam
keadaan dasar E1, lalu tereksitasi ke keadaan tereksitasi E3 karena energi dari
luar. Dari E3 secara spontan jatuh ke keadaan metastabil E2 dalam waktu
kira-kira 1ns (10-9s) , keadaan E2 membutuhkan waktu kira-kira 1ms (10-3s)
probabilitas untuk ke keadaan dasar rendah. Oleh karena itu secara cepat atom
terakumulasi pada keadaan metastabil yang jumlahnya lebih banyak dari pada atom
keadaan dasar. Setelah populasi berkebalikan reaksi rantai radiasi emisi
stimulus akan terjadi. Untuk memperbesar intensitas foton, cermin dipasang pada
kedua ujung, cermin penuh dan pada ujung yang lain cermin sebagian. Foton yang
dihasilkan akan dipantulkan bolak-balik sepanjang alat dan menginduksi
atom-atom tereksitasi lain agar menghasilkan foton yang lebih banyak. Sebagian
foton akan keluar sebagai sinar laser pada ujung yang diberi cermin sebagian.
Prinsip pengerasan
cahaya dengan cara emisi terstimulasi tidak begitu saja dapat direlisasikan. Karena
atom atau molekul dalam keadaan dasar jika diberi foton akan diabsorbsi bukan
digandakan.Banyaknya foton yang diabsorbsi sebanding dengan kerapatannya.Karena
absorbsi ini sebagian akan mengemisi secara spontan.Emisi spontan tidak
tergantung banyaknya foton, tetapi bergantung populasi. Emisi terstimulasi
terjadi jika kerapatan pada tingkat energi yang lebih tinggi lebih besar dari
keadaan dasar hal ini disebut keadaan inverse. Keadaan inverse ini dapat
diperoleh dengan cara memompa populasi secara optis atau listrik.
Ada beberapa macam
laser misalnya : laser rubi dibuat oleh Mainman di tahun 1960, menggunakan
silinder rubi (kristal alumunium oksida dicampur 0,1 persen kromium). Atom
kromium mempunyai tiga level sistem energi.Juga ada laser Helium-Neon terdiri
dari campuran helium (85 persen) dan neon (15 persen) pada tekanan rendah. Dan
juga ada laser ion argon serta laser karbondioksida.
Aplikasi laser
diterapkan dalam berbagai bidang. Antara lain di kedokteran : pisau bedah yang
steril, pemotong pembuluh darah, pemasangan retina,penyembuhan sakit kulit.
Untuk aplikasi teknologi : memotong dan mengelas logam,persenjataan untuk
peluru kendali, ,telekomunikasi,sumber cahaya yang bisa berinterferensi
sehingga terjadi laser disc. Dan pada bidang sains: Mengukur pergerakan benda
yang jauh, misal bulan, mengukur laju aliran gas dan zat cair, pemetaan,
penentuan jarak yang tepat dan banyak aplikasi yang lainnya.
Emisi terstimulasi atau terimbas adalah salah
satu cara foton dihasilkan. Foton yang dihasilkan dari proses emisi
terstimulasi berbeda dengan foton yang dihasilkan dari proses emisi spontan,
jika foton yang dipancarkan oleh emisi spontan cenderung random atau acak, maka
tidak demikian dengan radiasi foton yang diradiasikan pada emisi terstimulasi
yang cenderung sefase dan memiliki arah yang sama, polarisasi yang sama dan
energy yang sama.
Dalam emisi
terstimulasi, foton yang datang akan menstimulasi/memicu terjadinya emisi foton
lain dengan cara mengimbas electron pada tingkat energy yang lebih tinggi (E2)
untuk “jatuh” menuju tingkat energy yang lebih rendah (E1). Kita mengetahui
bersama bahwa foton sesungguhnya merupakan gelombang elektromagnetik, pada saat
proses emisi terstimulasi medan listrik dari foton datang akan menggandeng
(coupling) electron pada E2 dan karena itu akan mampu
mengendalikan/menggerakkan/mendorong-nya dengan frekuensi yang sama dengan
frekuensi foton. Osilasi paksa yang diberikan oleh medan listrik foton pada
elektron pada frekuensi f=(E2-E1)/h menyebabkan electron mengemisikan radiasi
gelombang elektromagnetik yang medan listriknya sefase dengan foton yang
mestimulasinya (mudahnya electron di sini menyamakan frekuensi dengan frekuensi
medan listrik dari foton datang). Ketika foton datang tadi meninggalkan tempat
terjadinya emisi terstimulasi, electron akan kembali pada tingkat energy E1
karenan telah mengemisikan foton dengan energy hf=(E2-E1) .
Emisi terstimulasi menjadi dasar untuk
mendapatkan penguatan foton karena dalam proses ini sebuah foton datang akan
menghasilkan dua foton keluaran dengan fase yang sama. Agar terjadi emisi
terstimulasi, foton datang tidak boleh diabsorpsi oleh atom lain di tingkat
energi E1. Pada LASER, penguatan foton terjadi tidak dengan sebuah
electron/atom tetapi dengan kumpulan atom yang berada pada tingkat energy
tinggi E2. Kondisi ini (mayoritas atom berada pada tingkat energy tinggi E2)
harus tercapai agar foton datang tidak terserap oleh atom pada tingkat energy
rendah E1. Kondisi dimana jumlah atom pada tingkat energy E2 lebih besar
daripada jumlah atom di tingkat energy E1 disebut kondisi inverse populasi
(population inversion). Harus diketahui juga bahwa kita tidak akan bisa
mencapai kondisi inversi populasi dengan hanya
dua tingkatan energy karena dalam keadaan tunak (steady state) aliran foton datang
akan menyebabkan eksitasi ke atas dan emisi spontan kebawah dengan jumlah sama
banyak. Pada sistem tiga tingkat energy, salah satu tingkat energy tepatnya
tingkat energy paling tinggi E3, jika terdapat atom-atom padanya maka atom-atom
tersebut akan dengan cepat meluruh/ mengalami proses deeksitasi menuju tingkat
energy tengah E2. Pada tingkat energy E2, atom-atom akan bertahan lebih lama di
tingkat energy ini sehingga menyababkan terjadinya inverse populasi (keadaan
ini biasa disebut keadaan metastabil). Jika salah satu atom pada tingkat energy
E2 mengalami emisi spontan dan mengemisikan foton, maka foton ini dapat menjadi
pemicu atom-atom lain untuk mengalami deeksitasi menuju tingkat energy E1
melalui proses emisi terstimulasi.
B21 adalah koefisien
Einsten untuk kasus transisi dari tingkat E2 ke E1. Perhatikan bahwa meskipun
sama-sama merupakan transisi dari tingkat E2 ke E1, koefisien Einstein untuk
proses emisi terstimulasi (A21) berbeda dengan emisi spontan (B21).
Ilustrasi di atas
merupakan proses yang terjadi pada emisi spontan, absorpsi, dan emisi
terstimulasi.
REFERENSI
Hans-Jochen Foth. 2008. Principles of Lasers. [Available Online: http://www.wiley-vch.de/books/sample/3527319972_c01.pdf]
Komentar
Posting Komentar