Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa
Tingkat pemakaian bahan
bakar terutama bahan bakar fosil di dunia semakin meningkat seiring dengan
semakin bertambahnya populasi manusia dan meningkatnya laju industri di
berbagai negara di dunia. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya
krisis bahan bakar. Di samping itu kesadaran manusia akan lingkungan semakin
tinggi sehingga muncul kekhawatiran meningkatnya laju pencemaran lingkungan
terutama polusi udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut,
sehingga muncul sebuah pemikiran penggunaan energi alternatif yang bersih.
No.
|
Sumber Energi
|
Potensi
|
Kapasitas terpasang
|
1.
|
Hidro
|
75,67 GW
|
4200 MW
|
2.
|
Mikrohidro
|
712 MW
|
206 MW
|
3.
|
Geotermal
|
27 GW
|
807 MW
|
4.
|
Biomassa
|
49,81 GW
|
302,4
MW
|
5.
|
Surya
|
4,8 kWh/m²/day
|
6 MW
|
6.
|
Angin
|
3 - 6 m/sec
|
0,6 MW
|
Sumber
: Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2004
Dibandingkan bahan
bakar fosil, pembangkit listrik dengan energi biomassa dapat mengurangi emisi
karbon. Biomassa menyerap karbon saat tumbuh, sehingga siklus hidup pembangkit
biomassa dari mulai penanaman, konversi ke listrik dan penanaman kembali dapat
menghasilkan emisi karbon yang sangat kecil. Penggunaan limbah untuk listrik
juga dapat dihitung sebagai pengurangan emisi dari penghindaran produksi gas
metan, jika tanpa pemanfaatan limbah tersebut dibuang di tempat pembuangan
akhir.
Pada tahun 2005, 32%
konsumsi energi akhir berasal dari biomassa, atau nomor dua tertinggi setelah
minyak bumi. Namun biomassa tradisional tidak lagi banyak digunakan orang
sehingga pertumbuhannya sangat kecil dan
tidak sebanding dengan pertumbuhan penggunaan bahan bakar fosil.
Pengertian Energi Biomassa
Energi biomassa adalah
jenis bahan bakar yang dibuat dengan mengkonversi bahan biologis seperti
tanaman.
Bahan organik juga
dapat diperoleh dari hewan dan mikroorganisme. Seperti diketahui, tumbuhan
memproduksi makanan dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis. Energi
ini lantas ditransfer ke hewan dan manusia saat mereka mengkonsumsi tumbuhan. Biomassa,
yang terutama terdiri dari tumbuhan, mampu memberikan sejumlah besar energi
yang digunakan untuk berbagai keperluan.
Saat tidak dikonsumsi
oleh hewan, tumbuhan lantas dipecah atau dimetabolisme oleh mikroorganisme
untuk kemudian melepaskan karbon dioksida dan metana kembali ke atmosfer.
Hal tersebut merupakan
proses berkesinambungan yang berkontribusi pada siklus karbon.
Proses Terbentuknya
Biomassa
Tanaman menyerap energi dari matahari. Melalui
proses fotosintesis dengan memanfaatkan air dan unsur hara dari dalam tanah
serta CO2 dari atmosfer akan menghasilkan bahan organik untuk memperkuat
jaringan dan membentuk daun, bunga atau buah. Sementara itu karena tidak mampu
berfotosintesa sendiri, hewan memanfaatkan energi yang telah berubah bentuk
menjadi daun, rumput atau yang lain dari bagian tumbuhan secara langsung untuk
hidupnya. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya hewan carnifora, prinsipnya
tetap memanfaatkan energi yang telah berubah bentuk menjadi daging pada hewan
lain. Inilah yang menjadi bahan dasar biomasa.
Saat biomasa diubah
menjadi energi, CO2 yang akan dilepaskan ke atmosfer. Siklus CO2 akan menjadi
lebih pendek dibandingkan dengan yang dihasilkan dari pembakaran minyak bumi
atau gas alam. Ini berarti CO2 yang dihasilkan tersebut tidak memiliki efek
terhadap kesetimbangan CO2 di atmosfer. Kelebihan ini yang dapat dimanfaatkan
untuk mendukung terciptanya energi yang berkelanjutan.
Contoh Sumber Energi Biomassa
1. Limbah pertanian
Sejumlah limbah
pertanian dapat digunakan untuk produksi energi biomassa. Berbagai limbah
tersebut diantaranya adalah jerami, ampas tebu, kotoran ternak, serta kotoran
unggas yang bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan panas dan
listrik.
2. Biogas
Biogas diproduksi
melalui pemecahan bahan organik seperti kotoran manusia, material tanaman,
pupuk kandang, dan lainnya. Semua bahan organik tersebut diuraikan melalui
proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme anaerobik untuk menghasilkan
karbon dioksida dan metana. Gas yang dihasilkan lantas digunakan untuk bahan
bakar seperti menyalakan kompor, digunakan sebagai pemanas, atau untuk
membangkitkan listrik.
3. Tanaman energi
Terdapat juga sejumlah
tanaman energi yang ditanam secara komersial sebagai sumber energi. Tanaman ini
dibudidayakan dalam skala besar dan diproses untuk menghasilkan bahan bakar. Berbagai
tanaman sumber energi ini diantaranya adalah jagung, kedelai, rami, serta
gandum.
Produk bahan bakar yang
dihasilkan meliputi butanol, etanol, metanol, propanol, serta biodiesel.
4. Kayu
Kayu dibakar sebagai
bahan bakar di banyak tempat di seluruh dunia. Kayu dianggap sebagai bentuk
sederhana dari biomassa. Energi yang dilepaskan oleh pembakaran kayu digunakan
untuk memasak, untuk menghasilkan panas, dan lainnya.
Kayu juga digunakan
untuk produksi listrik pada skala besar seperti dalam kasus pembangkit listrik
tenaga uap. Hanya saja, pembakaran kayu disertai dengan emisi sejumlah besar
karbon dioksida ke udara yang merupakan gas rumah kaca.
Untuk menyeimbangkan polusi,
lebih banyak pohon harus ditanam sehingga mampu menyerap kelebihan karbon
dioksida dari atmosfer
Prinsip Kerja Sistem
Pembangkit Listrik Energi Biomassa
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk bisa
mengolah sampah menjadi energi listrik, seperti di atas telah dijelaskan
mengenai proses pengolahan sampah TPA suwung, maka sekarang akan dijelaskan
mengenai prinsip kerja dari sistem pembangkit listrik energi biomassa pada
umumnya.
Prinsip kerja sistem
pembangkit energi biomassa pada gambar di atas adalah, pertama pada sebuah
tunggu yang menggunakan bahan bakar sampah kemudian digunakan untuk memanaskan
kompor atau tungku yang diatasnya terdapat ketel sebagai
tempat air, diaman pada bagian atas ketel tersebut terdapat saluran pipa
sebagai keluaran dari proses pemanasan air berupa uap air, uap air yang keluar
dari ketel tersebut akan mendorong dan memutar turbin kemudian akan memutar
generator sebagai pembangkit listrik.
Perkembangan dari Pengembangan
Sistem Pembangkit Listrik Energi Biomassa
Pengelolaan sampah
menjadi energi listrik bukanlah barang baru di negara-negara maju, Austria dan
Inggris. Namun di Indonesia , pemanfaatan teknologi GALFAD (Gassification,
Landfill and Anaerobic Digestion) untuk mengubah sampah menjadi energi yang
bernilai ekonomis ini akan baru dilakukan di Bali melalui pembangunan Instalasi
Pengolahan Sampah Terpadu (IPST). Proyek pengolahan sampah yang melibatkan
empat kabupaten / kota di Bali meliputi Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan
(Sarbagita) akhirnya mencapai titik terang.
Rencana pembangunan
instalasi pengolahan sampah
terpadu (IPST) ini
nantinya akan dipusatkan di
tempat pembuangan akhir (TPA) Suwung dan akan menghasilkan produk utama
energi listrik. Bila
investasi yang melibatkan
investor dari Inggris
ini berhasil dilaksanakan, Bali
merupakan provinsi yang pertama memanfaatkan teknologi mengubah sampah menjadi
listrik di Indonesia. Pengunaan teknologi GALFAD oleh PT Navigat Organic Energy
Indonesia (NOEI) ini akan mengolah sampah lama maupun sampah baru. Tentunya
perlakuan untuk kedua
jenis sampah ini
berbeda mengingat karakteristik
yang dimiliki. Namun yang jelas,
kedua-duanya akan diolah untuk menghasilkan energi listrik yang bisa dijual
kembali guna memenuhi kebutuhan energi masyarakat.
Berikut ini akan
dijelaskan mengenai pemanfaatan Teknologi GALFAD (Gassification, Landfill and
Anaerobic Digestion) yang dilakukan di Bali dan berpusat di TPA Suwung.
1. Gassification
Pada proses Gassification maka sampah akan
dimusnahkan melalui proses pembakaran, sehingga menghasilkan gas yang nantinya
bisa digunakan sebagai penggerak Generator listrik.
Sebagai tahap awal,
akan dipergunakan teknik pemisahan yang sesuai, sehingga berbagai jenis sampah
dapat dipakai pada setiap jenis peralatan konversi energi.
Dengan upaya ini,
evisiensi konversi akan terjadi, sehingga bisa memaksimalkan seluruh persediaan
sampah yang ada menjadi energi yang bernilai ekonomis. Pada tahap awal ketika
sampah masuk ke TPA akan dilakukan pemisahan antara sampah basah dan kering
dengan menggunakan floating tank dan
metode lain. Bahkan untuk lebih memperketat pemilahan sampah ini, selain
penggunaan teknologi juga akan dilibatkan SDM yang sudah memperoleh pengetahuan
mengenai pemilahan sampah ini. Setelah sampah berhasil dipisah antara sampah
basah dan sampah kering, kemudian untuk sampah basah akan dilakukan proses
pencacahan sampah dengan menggunakan mesin pencacah (Shredder) dimana sampah akan dipecah menjadi lebih kecil dan
memiliki ukuran yang sama besarnya. Setelah sampah dicacah, maka tahap
selanjutnya adalah melalui proses pengeringan sampah seperti sampah kayu, daun,
kertas yang basah. Setelah menjadi kering maka untuk proses selanjutnya akan
sama dengan pengolahan sampah kering. Dimana sebelumnya sampah kering tersebut
telah dilakukan proses pemotongan dengan menggunakan mesin shredder. Sampah kering tersebut dimasukkan ke dalam gasifier yaitu sebuah reaktor tertutup
yang keluaran dari alat tersebut akan menghasilkan gas berupa synthetic gas (synergy) yang
digunakan sebagai gas bahan bakar untuk menggerakkan motor gas yang selanjutnya
bertugas memutar sebuah generator listrik.
Gambar berikut
merupakan gambar reaktor untuk proses gassification
Prinsip
kerja dari reaktor gasifier ini adalah melalui 4 proses, pertama sampah organik
kering yang telah melalui proses shredder akan dimasukkan ke dalam suatu
tangki reaktor gasifier dan kemudian akan melalui proses pengeringan dengan
pembakaran sampah yang temperatur pembakarannya antara 100 – 200 oC, kemudian pada proses selanjutnya sampah berada pada daerah pirolisa
dengan melakukan
pembakaran dengan temperatur suhu antara 200-500oC, pada proses ini sudah dapat
menghasilkan gas berupa CO2 (karbon dioksida), CO (karbon
monoksida), CH4 (metana), dan gas H2 (hidrogen). Proses selanjutnya sampah akan melewati
daerah oksidasi dimana gas yang dihasilkan berupa gas CO dan energi panas,
temperatur suhu yang digunakan antara 1200-1400oC.
Proses
terakhir adalah sampah berada pada daerah reduksi dimana pada tahap ini dibakar
dengan temperatur suhu antara 500-1200oC
dan dilakukan pencampuran gas udara, yang nantinya keluaran dari proses ini
merupakan gas akhir berupa CO, H2,
CH4, H2, CO2 dan gas lain yang tidak diperlukan,
yang nantinya akan dipisahkan melalui proses treatment gas. Limbah yang
dihasilkan proses gasifier ini adalah berupa abu dimana abu ini dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk kompos.
2. Anaerobic
Digestion
Perlakuan berbeda diterapkan pada
sampah organik basah seperti sampah buah-buahan dan sampah sayur-sayuran,
pertama sampah akan direduksi menjadi partikel yang ukurannya kecil-keil,
kemudian melalui proses anaerobic digestion maka sampah akan
diolah menjadi gas dengan bantuan suatu bakteri, gas keluaran inilah yang
nantinya digunakan untuk membangkitkan mesin pembangkit listrik. Gas buang yang
dihasilkan dari proses ini akan disaring terlebih dahulu dengan menggunakan
suatu filter untuk menghasilkan gas yang tidak membahayakan lingkungan.
Proses kerja dari anaerobic
digestion adalah, pertama sampah yang sudah di shredder sedemikian rupa
sehingga menjadi sampah yang berukuran kecil-kecil dimasuikan ke dalam sebuah
tangki tertutup dan dibiarkan selama beberapa hari sampai terdapat mikroba
pengurai. Mikroba-mikroba pengurai tersebut hidup dalam suasana tidak ada
oksigen bebas, jadi pada tangki diharapkan tertutup rapat dan tidak ada celah
udara keluar masuk tangki. Setelah sampah terurai oleh mikroba pengurai maka
akan menghasilkan gas dan kemudian untuk proses selanjutnya gas tersebut diolah
sehingga dapat digunakan.
3. Landfill
Khusus
bagi sampah lama yang sudah bertumpuk di areal TPA Suwung dalam jangka waktu
yang lama dipergunakan proses landfill gas. Penggunaan proses ini untuk
menghindari gas metan yang sangat beracun lepas dari tumpukan sampah, dimana
dalam banyak kasus telah ditumpuk jauh sebelum sistem Galfard ini diterapkan.
Pertama pada lahan dilakukan
penggalian lahan dengan kedalaman tertentu kemudian pada dasar galian dilapisis
dengan lapisan tanah liat yang padat, pada lapisan ini disebut ground
linier. Selanjutnya tanah dilapisi kedua kalinya dengan bahan geo
membran, lapisan mirip plastik berwarna dengan ketebalan
2,5 milimeter yang terbuat dari High Density Polyetilin, salah
satu senyawa dari minyak bumi. Lapisan inilah yang nantinya akan menahan air
kotor yang berbau yang berasal dari sampah sehingga tidak akan meresap ke dalam
tanah dan mencemari air tanah di atas bumi. Di atas lapisan geo membran
akan dilapisis dengan geo textile yang gunanya memfilter kotoran
sehingga tidak bercampur dengan air kotoran tersebut.
Sebelum dipadatkan, sampah yang
menumpuk di atas lapisan geo textile ini kemudia ditutup dengan
menggunakan lapisan geo membran untuk mencegah menyebarnya gas metan
akibat proses pembusukan sampah (yang dipadatkan) tanpa oksigen.
Satu jaringan pipa gas dimasukkan ke
dalam tumpukan sampah, melalui pipa inilah gas disedot menuju ke sebuah treatment
gas. Selanjutnya energi panas yang dihasilkan dari proses ini akan
diolah menjadi listrik. Setelah masing-masing jenis sampah diolah, akan
dihasilkan biogas yang dimasukkan dulu ke dalam fasilitas gas treatment sebelum
menjadi gas bahan bakar bagi mesin pembangkit listrik. Dari fasilitas
pengolahan sampah ini, dengan kapasitas pengolahan mencapai 500 ton per hari
dapat dihasilkan listrik berkisar antara 5-8 MW secara kontinyu. Kapasitas
pengolahan ini dapat diperbesar seiring dengan jumlah sampah yang dihasilkan
keempat kabupaten/kota.
Pembangkit IPST di TPA Suwung ini
dilandasi kegagalan melakukan hal yang sama di Tabanan beberap waktu lalu.
Pembangunan IPST ini dikatakannya sudah memperoleh ijin dari Menteri Kehutanan
sekitar April 2004 dengan luas lahan yang bisa digunakan 10 Hektar.
Disamping itu pemilihan TPA Suwung
sebagai tempat pembangunan juga didasari telah digunakannya tempat tersebut
sebagai TPA wilayah Denpasar dan Badung. Berdasarkan ijin yang dikeluarkan
Departement Kehutanan, pembangunan IPST hanya boleh menggunakan lahan seluas 10
Hektar, dimana luas TPA Suwung seluruhnya adalah 40 Hektar. Untungnya investor
Inggris yang bernaung di bawah PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) ini
hanya memerlukan lahan seluas 6 Hektar untuk mewujudkan sistem pengolahan
sampah menjadi energi listrik. Untuk saat ini sampah yang dihasilkan Badung dan
Denpasar sekitar 2.000-2500 m3.
Sedangkan bila digabung dengan wilayah Tabanan dan Gianyar, data tahun 2000
menunjukkan sampah yang dihasilkan mencapai 3.000 m3atau setara dengan 1.000 ton. Sampah
yang ada di Bali pada umumnya merupakan sampah basah yang terdiri atas
daun-daunan, janur dan sampah rumah tangga lainnya. Dengan demikian dibutuhkan
energi yang luar biasa untuk mengubah sampah menjadi kebutuhan lain termasuk
menjadikan energi listrik. Berbeda jika sampah itu berasal dari industri yang
sebagian besar terdiri dari kertas (kering), sehingga tidak dibutuhkan energi
yang terlalu besar untuk mengubahnya.
Syarat minimal pembangunan IPST di Bali adalah :
1.
Tersedianya
lahan yang cukup luas sebagai tempat untuk beroperasinya mesin-mesin pengolahan
sampah.
2.
Menghasilkan
energi listrik untuk dapat memenuhi kebutuhan listrik di daerah sekitar
pembangunan
Kelebihan dan Kekurangan
Biomassa
Kelebihan Biomassa
1.
Sumber energi terbarukan
Biomassa
berasal dari sumber-sumber seperti tanaman dan hewan, singkatnya, merupakan
sumber yang bisa diganti. Tanaman dapat tumbuh berulang-ulang pada lahan yang
sama tanpa harus mengeluarkan biaya signifikan. Bahan baku yang selalu tersedia
membuat biomassa merupakan sumber energi yang tidak pernah habis.
2.
Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil
Bahan
bakar fosil seperti minyak bumi, batubara dan lain-lain terdapat dalam jumlah
terbatas. Dibutuhkan jutaan tahun bagi pembentukan bahan bakar
fosil sehingga tidak bisa digantikan dalam waktu singkat. Bahan bakar biomassa
hadir sebagai sumber energi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada
bahan bakar fosil.
3.
Mengurangi polusi
Energi
biomassa bisa mengurangi polusi dalam berbagai cara. Pertama-tama, biomassa
menggunakan bahan limbah untuk kemudian mengubahnya menjadi sumber energi. Hal
ini akan mengurangi jumlah sampah yang menjadi sumber berbagai pencemaran dan
masalah lainnya. Pemanfaatan biomassa juga membantu mengurangi kadar metana
yang dilepas karena dekomposisi bahan organik ke udara. Metana diketahui
merupakan gas yang menyebabkan efek rumah kaca dan dengan demikian sangat
berbahaya bagi lingkungan. Dengan menggunakan limbah organik sebagai sumber
biomassa, maka masalah tersebut menjadi terpecahkan. Begitu juga, menanam
tanaman yang digunakan sebagai bahan baku biomassa akan memperbanyak
konsentrasi oksigen sekaligus mengurangi emisi karbon dioksida.
Kekurangan
Biomassa
1.
Mahal
Kelemahan
listrik biomassa (misalnya) adalah bahwa energi tersebut sangat mahal untuk
diproduksi. Dibutuhkan banyak sumber daya untuk mengubah bahan baku biomassa
menjadi sumber energi yang bisa digunakan. Biaya produksi energi biomassa masih
lebih tinggi dibandingkan biaya produksi bahan bakar fosil. Berbagai riset
harus terus dilakukan untuk menekan biaya sehingga menjadikan energi biomassa
lebih ekonomis.
2.
Sumber terbatas
Meskipun
merupakan sumber energi terbarukan, mendapatkan bahan biomassa bisa cukup
sulit. Tanaman tertentu, misalnya, tidak tumbuh setiap tahun. Proses pemanenan
(harvesting) serta pengolahan juga membutuhkan lebih banyak sumber daya dan
energi.
3.
Penyebab polusi
Poin
ini bisa jadi merupakan ironi. Biomassa memang dikenal mampu mengurangi efek
rumah kaca dengan mengontrol produksi metana. Hanya saja, jika tanaman dibakar
langsung, maka aktivitas ini juga akan melepaskan gas rumah kaca sama seperti
yang diemisikan oleh bahan bakar fosil.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimunthe Chaeruddin. 2003. Pengkajian Sumber Energi Listrik Alternatif dan Mesin – mesin Listrik
Alternatif. Angkasa Bandung.
https://www.amazine.co/27018/6-kelebihan-kekurangan-energi-biomassa/
nice info
BalasHapus