Landasan Ilmu Pendidikan

Hubungan Antara Kreativitas Guru dengan Peningkatan Hasil Pembelajaran



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pendidikan mempunyai tempat istimewa dan telah menjadi bagian penting dalam membangun kualitas hidup manusia. Dengan adanya pendidikan yang baik akan menjamin peningkatan kualitas hidup itu.
Di Indonesia, jaminan mendapatkan pendidikan yang berkualitas adalah hak setiap warga negara, seperti yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa: “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.[1] Dengan demikian pemerintah berusaha untuk mengajak dan menggerakkan elemen pendidikan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Perlu disadari bahwa guru memiliki peranan penting sebagai penjamin mutu kualitas pendidikan di berbagai lembaga pendidikan yang ada. Guru memiliki tugas sebagai pemberi materi, esensi, dan substansi pada kegiatan pendidikan.
Maka dari itu, guru dituntut agar senantiasa dapat mengikuti perkembangan zaman yang ada untuk menyesuaikan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan agar tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Maka guru harus memiliki kreativitas dan selalu inovatif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.. Sebab, pada dasarnya jika sistem pendidikan yang ditetapkan suatu negara sudah dinilai secara teoritis baik, kualitas kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara analisis dirasa sudah baik, namun jika sebagai pelaksana, yaitu guru tidak memiliki kompetensi profesionalisme dan pedagogis yang diharapkan maka sama saja sistem dan kurikulum tersebut tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Namun sebaliknya, jika suatu sistem pendidikan dirasa secara teoritis masih terdapat kekurangan, kurikulum pun dinilai kurang sesuai dengan perkembangan zaman, tapi jika guru dalam mengajar mampu menghadirkan kreativitas dan inovasi di setiap langkahnya, maka setidaknya hal buruk yang ditakutkan sebagai resiko dari kegagalan sistem dan kurikulum yang ditetapkan dapat diminimalisir.
Membayangkan ilustrasi yang sudah dijelaskan, seharusnya guru mencerminkan dirinya sebagai sosok yang ideal, kreatif, dan inovatif. Namun, kenyataan yang terjadi saat ini adalah banyak guru yang gagal berperan sebagai sosok pendidik yang memiliki semangat profesionalisme dan optimisme. Itu dapat dibuktikan dengan banyaknya kasus seperti : tawuran antar pelajar, narkoba, kekerasan, bullying, dan lain-lain.
Penurunan mutu atau kualitas guru jelas berimbas pada menurunnya kualitas pembelajaran di kelas. Padahal yang selama ini paling ditekankan adalah guru harus mampu menyajikan pembelajaran yang bermutusehingga siswa dapat dengan mudah menyerap apa yang sedang mereka pelajari. Pembelajaran yang berkualitas akan menghasilkan siswa yang berkualitas pula. Baik dari sisi prestasi belajar maupun dari sisi pengembangan sosial kepribadiannya.[2]
Pembelajaran yang berkkualitas diciptakan oleh guru yang berkualitas. Guru yang berkualitas mampu berpeluang tinggi dalam mencetak siswa yang berkualitas dengan ciri mampu mencerdaskan mayoritas siswa yang diajarnya. Mengapa? Karena guru yang berkualitas mempunyai mindset bahwa tiap siswa dilahirkan dengan kecerdasan.
Tapi, saat ini kita dihadapkan pada realita bahwa masih banyak guru yang belum sadar akan mindset ini. Banyak guru yang masih beranggapan bahwa kecerdasan dapat diukur melalui serangkaian tes pilihan ganda, esai, dan lainnya. Padahal hal tersebut hanya digunakan untuk mengukur kecerdasan kognitif. Lalu bagaimana dengan kecerdasan motorik, dan afektif? Hal tersebut tidak cukup diukur dengan serangkaian tes kognitif yang telah disebutkan.
Padahal kita tahu jika ada banyak aspek kecerdasan, dan hal ini didukung oleh teori dari Howard Gardner tentang Multimple Intellegence, di mana kecerdasan itu dipandang dari banyak aspek. Maka guru dituntut untuk mengerti makna dari kecerdasan. Dan teori ini membuktikan bahwa tiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Maka dari itu, guru dituntut untuk bertanggungjawab mengembangkan potensi kecerdasan peserta didiknya.
Konsep kecerdasan Multiple Intellegence yang ditawarkan oleh Howard Gardner adalah kecerdasan orang itu berkembang secara dinamis. Kecedrasan seseorang lebih banyak berkaitan dengan kebiasaan, yaitu kegiatan yang dilakukakn berulang-ulang.[3]
Jika teori kecerdasan Multiple Intellegence diterapkan diharapkan dapat membantu menyelesaikan segala permasalahan yang berkaita dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam menerapkan teori ini setiap unsur dari sekolah perlu terlibat secara aktif, terutama guru. Maka guru dituntut memiliki profesionalitas. Profesionalitas ini dapat dibuktikan dengan cara guru senantiasa meng-update dirinya dengan terus belajar tanpa henti. Dari etos belajar tersebut maka kedepannya secara tidak langsung kreativitas guru akan meningkat.
Bagi guru menerapkan Multiple Intellegence merupakan tantangan besar, karena menuntut kreativitas tinggi. Disamping memerlukan lebih banyak waktu dan tenaga. Dalam tantangan besar ini, permasalahan utamanya adalah terletak pada kreativitas guru yang masih rendah Sehingga seringkali cara guru mengajar dinilai kurang menarik dan membosankan. Kurangnya kreativitas guru mengindikasikan bahwa kualitas guru di Indonesia masih rendah.
Salah satu ciri khas guru yang menerapkan Multiple Intellegence adalah mampu belajar secara Out of The Box.  Mengenai penerapan Multiple Intellegence, dapat kita tarik suatu hal bahwa dengan adanya masalah ini sekolah tidak  ingin ambil pusing terhadap permasalahan yang mungkin terjadi. Sehingga untuk mencegah permasalahan dalam kegiatan pendidikan muncul, maka diadakan serangkaian tes untuk calon guru yang bertujuan untuk menjaring guru yang memiliki profesionaliste. Sehingga diharapkan guru tersebut senantiasa terus belajar guna meningkatkan kreativitasnya secara berkelanjutan.
Tapi, walaupun hal tersebut sudah dilakukan tetap saja ada kendala yang menghadang untuk terciptanya kegiatan pembelajaran yang ideal. Dan masalah tersebut adalah waktu. Yang dimaksud di sini adalah manajemen waktu. Karena, masih sering didapatkan momen saat guru dan peserta didik sedang melakukan kegiatan pembelajaran, tiba-tiba alokasi waktu yang disediakan telah selesai. Sehingga, seringkali materi yang disampaikan guru belum tuntas.
Selain masalah waktu, banyak kenyataan yang membuktikan tidak baiknya rangkap jabatan yang dilakukan oleh guru. Sering didapati guru yang merangkap jabatan sebagai wakil kepala sekolah. Dengan keadaan tersebut, mengakibatkan guru yang bersangkutan tidak bisa mengembangkan kreativitasnya dalam mengajar, karena di sisi lain dituntut untuk mengurusi masalah-masalah sekolah yang berkaitan dengan kegiatan administratif, atau berkaitan dengan kegiatan sekolah yang biasanya berupa penyambutan tamu dari dinas pendidikan dan pejabat daerah, atau donatur-donatur yang sering datang mengunjungi sekolah. Hal ini sering membuat guru yang bersangkutan terkendala dalam membagi waktu antara mengajar dan mengurus masalah sekolah, sehingga sering pula peserta didik yang diajarnya tidak mendapatkan materi yang seharusnya diajarkan guru yang bersangkutan. Lalu, biasanya kenyataan yang sering didapati menjelang akhir waktu kegiatan pembelajaran, guru tersebut sering melakukan sistem mengajar secara kilat, di mana hal inilah yang kemudian menjadi petaka besar bagi peserta didik, sebab peserta didik dituntut untuk memahami materi pelajaran dalam waktu yang singkat. Sedangkan kita tahu kalau potensi daya tangkap tiap orang berbeda-beda, karena tidak semua siswa mampu memahami materi pelajaran dalam waktu yang singkat.
Selain masalah keterbatasan waktu, dan rangkap jabatan juga ada kendala dari segi penyediaan fasilitas belajar. Seringkali dikeluhkan kurangnya fasilitas yang memadai dalam terlenggaranya kegiatan mengajar seperti tidak layaknya ruang kelas yang digunakan untuk mengajar akibat didapatinya kerusakan-kerusakan yang dinilai dapat mengganggu, bahkan membahayakan jika terus dibiarkan dan tetap digunakan untuk kegiatan mengajar. Selain itu juga dikeluhkan kurangnya akses terhadap fasilitas penunjang belajar seperti buku pelajaran. Karena dibuktikan dengan jumlah buku yang terbatas yang dimiliki perpustakaan sekolah, sedangkan di sisi lain seringkali dihadapkan pada kenyataan banyaknya siswa yang ingin meminjam buku dari perpustakaan, akan tetapi karena jumlah buku yang terbatas, maka tidak semua siswa bisa mendapatkan pinjaman buku. Selain itu juga sering ditemukan buku yang sebenarnya sudah tidak layak pakai, karena buku-buku ini telah rusak termakan waktu. Lalu, juga ada masalah baru lagi yang baru-baru ini kita temui dalam dunia pendidikan di mana, pihak sekolah sebagai penghubung atau aksesor antara murid dengan buku pelajaran yang digunakan ternyata selama ini tidak mampu melakukan filtrasi terhadap buku pelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar 1 semester kedepan, dengan dibuktikannya banyak buku pelajaran yang terbit yang sebenarnya konten-konten yang dimuat sebagai materi pelajaran di buku itu ternyata tidak layak. Lalu, masalah klasik yang mungkin hampir dimiliki setiap sekolah adalah sempitnya ruang kelas. Mengapa ruang kelas yang sempit menjadi hambatan dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar? Karena, ruang kelas yang sempit sering menjadi masalah oleh guru dan dijadikan alasan guru sebagai kendala dalam mengadakan kelas diskusi, debat, kelas demonstrasi, dan lain-lain.
Akan tetapi, kembali lagi jika menilik dari permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, pada dasarnya hal yang dapat dilakukan pada masa-masa sulit seperti saat ini adalah dengan lebih dititikberatkan pada peningkatan kreativitas guru dalam mengajar. Maka dari itu, sangat penting bagi guru untuk menyadari peranannya sebagai pendidik. Karena, dengan menyadari peranannya diharapkan guru mampu menjawab segala pertanyaan-pertanyaan yang ada mengenai permasalahan pendidikan yang sehari-hari dihadapinya. Guru akan menyadari mengenai pentingnya keberadaan dari peserta didik yang diciptakan dengan keberanekaragaman, baik dari segi suku, ras, budaya, dan yang  terpenting adalah dari segi kecerdasan. Dengan memahami perbedaan kecerdasan yang dimiliki tiap individu, maka guru dapat menentukan metode-metode yang baik dan tepat dalam pembelajaran. Dari sini, timbulah karakteristik guru kreatif. Dengan munculnya potensi untuk menjadi guru kreatif ini, kemudian guru tersebut mampu untuk menghadapi segala tantangan yang ada, termasuk ketika guru dihadapkan pada segala keterbatasan yang dimiliki sekolah dalam penylenggaraan pendidikakn berupa penyediaan fasilitas yang nantinya digunakan sebagi alat pendidikan. Jika guru mampu mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut, maka tidak akan ada kendala berarti dalam penyelenggaraan pendidikan. Karena, pada hakikatnya pembelajran yang ideal adalah saat peserta didik mampu untuk menangkap hal-hal atau materi yang dijelaskan oleh guru dalam segala kondisi. Jika hal ini terjadi, maka terwujudlah yang namanya pembelajaran ideal yang dimaksud tadi, sehingga, akan tercapainya peningkatan hasil pembelajaran yang kedepannya akan menjadi cerminan bagi kemajuan bangsa dalam menata pembangunan nasional menuju bangsa yang adil, makmur, sejahtera, dan aman.








BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Rumusan Masalah
1.      Apa saja peranan-peranan yang dimiliki oleh guru?
2.      Apa yang dimaksud dengan kreativitas guru?
3.      Bagaimana penjelasan mengenai multiple intellegence?
4.      Mengapa peningkatan pembelajaran begitu penting?
5.      Langkah apa yang dapat dilakukan agar tercapainya peningkatan pembelajaran?
6.      Bagaimana penjelasan mengenai pembelajaran berbasis multiple intellegence?













BAB III
PENJELASAN
3.1 Kreativitas Guru
a. Kreativitas
Dedi Supriyadi mendefinisikan kreativitas dengan kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata.[4] Baron mendefinisikan kreativitas secara lebih fleksibel sebagaimana dikutip oleh Muhammad Ali dan Muhammad Asrori adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru di sini bukan harus sama sekali baru, tetapi dapat juga bersifat kombinasi dari unsur-unsur yang ada sebelumnya.[5]
Lalu, Guilford memaknai kreativitas dengan kemampuan berpikir secara divergen atau kemampuan individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan.[6]
Utami Munandar mendefinisikan kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan.[7]
Berdasarkan pendapat para ahli di atas tentang makna kreativitas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah suatu proses aktivitas di mana individu menciptakan penemuan-penemuan baru dan unik untuk digunakan menghadapi berbagai persoalan yang terjadi.


b. Guru
Secara formal menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 1, Ayat 1 tentang dosen dan guru menyatakan bahwa :
Yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik pada anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[8]
Guru adalah faktor penting dalam pendidikan. Sekolah bagus hanyalah sekolah yang memiliki bangunan atau gedung sekolah yang bagus yang didalamnya juga ada guru yang dinilai bagus. Namun, sekolah hebat adalah sekolah yang berisikan guru-guru hebat.
Kurikulum yang begitu kompleks dan menantang membantu guru agar dapat mengembangkan potensi pedagogis dan profesionalitasnya. Dengan demikian, guru dapat bekerja secara efektif. Jadi, kualitas guru adalah hal yang membedakan antara sekolah satu dengan sekolah yang lainnya. Sekolah tidak bisa berkembang pesat jika potensi dan kemampuan guru tidak ditingkatkan.
Karena fungsinya sebagai pengajar yang melakukan transfer of knowledge, dan juga sebagai pendidik yang melakukan transfer of value, serta sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun peserta didik dalam belajar, maka diperlukan adanya peranan dari seorang guru. Peranan guru dalam pembelajaran meliputi banyak hal, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sri Esti Wuryani Dwijiwandono dalam bukunya Psikologi Pendidikan[9], yaitu :
1. Guru sebagai Ahli Instruksional
Guru harus bisa menentukan keputusan tentang materi pelajaran dan metodenya. Keputusan ini didasarkan pada mata pelajaran yang akan diajarkan, kebutuhan, dan kemampuan siswa serta tujuan yang hendak dicapai.
2. Guru sebagai Motivator
Guru harus memberikan motivasi belajar kepada siswa sehingga mereka tetap memiliki semangat belajar yang tinggi dalam setiap pelajaran. Seorang guru harus senantiasa membantu peserta didik dalam memerangi sifat malasnya dan memberikan dorongan-dorongan yang diharapkan mampu membangkitkan semangat peserta didik dalam belajar.
3. Guru sebagai Manajer
Guru memiliki tugas untuk mengelola kelas. Di antaranya : mengawasi kegiatan kelas, mengorganisasi pelajaran, melengkapi formulir, mempersiapkan tes, menetapkan nilai, bertemu dengan orang tua siswa, menyimpan catatan-catatan pribadi siswa-siswanya, mengatur lingkungan belajar yang relatif sehat, dan bebas dari masalah-masalah tingkah laku.
4. Guru sebagai Konselor
Guru haru sensitif atau peka dalam mengobservasi tingkah laku peserta didiknya. Guru harus mampu merespon secara konstruktif terhadap segala bentuk emosi siswa yang dikhawatirkan menggannggu kegiatan belajar mengajat. Guru harus mengerti ketika ada siswa yang membutuhkan bimbingan atau meminta untuk mencarikan problem solving dari masalah yang sedang dihadapi oleh peserta didik yang bersangkutan.
5. Guru sebagai Model
Guru harus berakting sebagai contoh atau model bagi peserta didiknya. Dalam banyak kasus, guru tidak menyadari peranannya sebagai contoh atau model. Guru dapat mengaplikasikan metode-metode yang telah ditemukan oleh ahli-ahli pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, dengan disesuaikan siatuasi dan kondisi yang cocok berdasarkan kondisi lingkungan yang ada.
Adapun peran lain dari guru yang disampaikan oleh Muhibbin Syah[10] di antaranya sebagai berikut.
1. Guru sebagai Designer of Instruction atau Perancang Pengajaran
Sebagai perancang pengajaran di dalam kelas, seorang guru harus mempunyai kemampuan dalam merancang proses kegiatan belajar mengajar yang berhasil guna dan berdaya guna.
2. Guru sebagai  Manager of Instruction atau Pengelola Pengajaran
Sebagai pengelola pengajaran di dalam kelas, seorang guru harus memiliki kemampuan dalam mengalola kegiatan seluruh tahapan proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Di antara kegiatan proses tahapan belajar mengajar, yang paling penting adalah kemampuan untuk menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan siswa belajar secara maksimal.
3. Guru sebagai Evaluator of Student Learning atau Evaluator Hasil Pembelajaran Siswa
Fungsi ini menuntut guru untuk senantiasa mengikuti taraf perkembangan kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik peserta didik dalam kurun waktu pembelajaran.
Melalui dua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru sangatlah kompleks dalam kegiatan pembelajaran. Peran-peran tersebut harus selalu diupayakan, sebab peran-peran tersebut adalah inti dari tercapainya pembelajaran yang ideal. Karena peran-peran tersebut pula, guru harus memiliki sikap aktif terhadap perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat.

c. Kreativitas Guru
Guru kreatif adalah guru yang mudah dicintai peserta didik. Disebabkan, kehadirannya akan membuat peserta didik terhibur dengan pembelajaran yang menjadi segar dan menyenangkan. Dikarenakan, guru kreatif memiliki banyak cara untuk mengemaspembelajaran dengan cara-cara yang unik dan menarik. Sehingga guru yang kreatif akan ditunggu-tunggu kehadirannya oleh peserta didik.
Satu hal lagi, guru kreatif selalu menemukan kesempatan untuk melakukan penyesuaian kurikulum dengan pendekatan mengajarnya, agar siswa dapat mengeluarkan potensi kecerdasannya yang berbeda-beda untuk dapat belajar dan menunjukkan hal-hal yang mereka ketahui. Diharapkan, setelah siswa merasa nyaman dengan potensi kecerdsan yang dimilikinya masing-masing maka siswa mampu memecahkan berbagai masalah yang ada dengan kecerdasan yang dimilikinya, dan dari situ biasanya mereka akan mampu menunjukkan cara pemecahan masalah atau penggunaan pengetahuan yang dirasa baru dan dari situ akan dikenali kecerdasan lain yang dimiliki siswa yang ternyata sifatnya di luar dugaan guru.
Sebab itu, kreativitas guru sangat diperlukan. Mereka cenderung lebih sensitif terhadap momen spesial dari siswanya yang biasanya didapatkan guru dalam keadaan tidak terduga.
Perlu diketahui bahwa kreativitas adalah serangkaian kegiatan yang unik dan berbeda yang mendatangkan hasil yang sesuai harapan, yang sifatnya.
1. Baru (Novel)
Inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, dan mengejutkan.



2. Berguna (Useful)
Lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, dan mendatangkan hasil lebih baik atau banyak.
3. Dapat Dimengerti (Understandable)
Hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dilakukan lagi di lain waktu.
Indikator untuk mengetahui ciri-ciri guru yang kreatif menurut Rona Binham[11], antara lain:
1. Mampu Menciptakan Ide Baru
Kreatif identik dengan penemuan ide baru. Dengan demikian bisa dikatakan guru kreatif adalah guru yang mampu menemukan sebuah ide baru yang bermanfaat. Ide ini bisa muncul dengan tidak terduga (spontan) atau pun melalui perencanaan. Namun, perlu diketahui untuk bisa menciptakan ide baru, guru harus banyak belajar guna menambah wawasan yang akan menjadikan pemukirannya berkembang. Karena, jika hal tersebut tidak dilakukan akan sulit bagi guru untuk memunculkan ide-ide baru yang mampu menciptakan suasana segar dalam pembelajaran.
2. Tampil Beda
Guru yang kreatif akan memiliki penampilan yang berbeda dengan guru yang minim kreativitas. Mereka cenderung memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan mereka dengan guru biasa, karena mereka memang memiliki sesuatu yang berbeda, sesuatu yang baru yang kadang tidak terpikirkan oleh guru-guru lain.

3. Fleksibel
Guru yang kreatif tentu akan menghindari sifat kaku pada dirinya. Guru kreatif cenderung lebih mengedepankan kondisi ketimbang rencana pembelajaran yang telah diciptakan sebelumnya. Tentunya dengan begitu, mereka akan memiliki kemampuan memahami para siswanya dengan lebih baik, memahami karakter siswa, gaya belajar siswa, dan tentunya memahami apa yang diharapkan siswa dari setiap kegiatan pembelajaran yang diadakan.
4. Mudah Bergaul
Guru yang kreatif mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang sedang ditempatinya. Sehingga guru dapat dengan mudah bergaul dan merebut hati peserta didiknya. Kemampuan ini harus selalu mereka tunjukkan secara profesional baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru tidak boleh terlalu menjaga image, karena ditakutkan akan menciptakan jarak dengan peserta didiknya sehingga hal tersebut akan membuat peserta didik enggan atau sungkan mendekati guru. Bersikap layaknya sahabat adalah sikap paling tepat untuk membuat siswa nyaman bergaul dengan guru.
5. Menyenangkan
Setiap orang pasti suka dengan orang yang menyenangkan, termasuk siswa itu adalah siswa aktif, terlebih siswa pasif akan lebih suka dengan guru yang menyenangkan ketimbang guru yang menyeramkan. Ciri ini selalu ditunjukkan dengan sikap dan selera humor yang dimiliki oleh seorang guru. Humor ini nantinya akan digunakan guru untuk membuat suasana kelas menjadi lebih cair dan pastinya menyenangkan.
6. Senang Melakukan Eksperimen
Guru yang kreatif memiliki rasa ingin tahu yang kuat. Mereka selalu tertantang dengan membuat hal-hal yang baru dengan eksperimen yang dilakukannya. Eksperimen tersebut dapat berupa metode pembelajaran atau pun hal-hal lainnya. Intinya, eksperimen ini sengaja dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar. Guru yang memiliki ciri ini ditandai dengan sikap yang tidak pernah jenuh untuk mencoba sesuatu yang baru, yang belum pernah dilakukannya, jika berhasil akan menjadi sesuatu yang patut untuk diteruskan, dan jika gagal akan dijadikan bahan evaluasi dan dijadikan sebagai pembelajaran baginya agar dapat memperoleh sesuatu yang lebih baik.
7. Cekatan
Guru kreatif akan bekerja dengan cekatan supaya dapat menangani berbagai masalah dengan baik  dan cepat. Ia tidak suka menunda-nunda suatu pekerjaan. Setiap masalah yang dihadapi akan diselesaikan dengan cepat.
Walaupun terkesan mudah saat mengetahui secara teoritis ciri-ciri dari seorang guru yang kreatif, namun akan banyak hal berbeda yang ditemui ketika dalam prakteknya di lapangan. Guru yang kreatif dituntut memiliki profesionalisme yang tinggi dan senantiasa harus terampil dalam setiap kinerjanya. Kinerja guru akan menentukan keberhasilan dalam mengembangkan tiga ranah kompetensi yang harus dimiliki setiap peserta didik, yaitu: kognitif, psikomotorik, dan afektif yang jika ketiganya berhasil digabungkan akan menciptakan life skills.

3.2 Peningkatan Pembelajaran
Peningkatan merupakan serangkaian proses, cara atau perbuatan untuk meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya. Peningkatan dapat juga dikatakan sebagai perkembangan atau perubahan dari jenjang paling dasar menuju jenjang yang lebih tinggi dan lebih maju sifatnya.
Mutu dan kualitas pembelajaran adalah mutu yang terdapat pada pelaksanaan pembelajaran di suatu lembaga dalam hal mencapai target. Hal tersebut sebagai keberhasilan dalam memenuhi standar yang telah ditentukan, dan memenuhi kebutuhan pelanggan pendidikan. Upaya-upaya dalam meningkatkan pembelajaran pendidikan di antaranya :
a. Peningkatan Kualitas Materi
Ada bebarapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pelajaran :
1) Materi dari suatu mata pelajaran hendaknya sesuai atau diharapkan mampu mencapai tujuan instruksional.
2) Materi pelajaaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan dan perkembangan siswa pada umumnya.
3) Materi pelajaran hendaknya teroganisir secara sistematik dan berkesinambungan.
4) Materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual maupun konseptual.
b. Pemanfaatan Metode yang Bervariasi
Menurut Muhaimin, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang kompleks. Mengingat kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang kompleks maka hampir tidak mungkin untuk menunjukkan dan menyimpulkan salah satu metode belajar mengajar tertentu lebih unggul daripada metode belajar mengajar lainnya dalam usaha mencapai semua tujuan, oleh semua guru untuk semua murid, untuk semua mata pelajaran, dalam semua situasi dan kondisi, dan untuk selamanya
c. Pemanfaatan Fasilitas Penunjang Pembelajaran
Ketika guru mampu memanfaatkan fasilitas penunjang pembelajaran yang ada, diharapkan kemudahan dalam penyampaian materi oleh guru kepada siswa dapat terwujud. Dengan demikian, menjadi penting ketika guru dihadapkan dengan suatu keterbatasan dalam pengadaan alat pembelajaran, guru tetap berupaya memaksimalkan penggunaan alat penunjang pembelajaran yang ada di sekolah dan lingkungan sekitarnya.
d. Mengadakan Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses yang berlangsung secara berkesinambungan. Evaluasi dilakukan sebelum, selama, dan sesudah suatu proses pembelajaran. Evaluasi sebelum proses pembelajaran, misalnya karakteristik siswa, kemampuan siswa, metode dan materi pembelajaran yang digunakan. Evaluasi selama proses pembelajaran adalah evaluasi yang digunakan untuk melacak dan memperbaiki masalah belajar mengajar serta kesulitannya, baik dalam penyampaian materi maupun strategi yang digunakan dalam pendekatannya. Feed back atau umpan balik diberikan dalam bentuk tes-tes formatif. Evaluasi pencapaian hasil pembelajaran siswa dapat dilakukan secara formatif dan sumatif.
Kemudian, untuk mengukur besar peningkatan mutu pembelajaran dapat diketahui dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain :
1) Faktor Guru
Faktor ini merupakan pengaruh terhadap kualitas pembelajaran yang meliputi : kemampuan dasar yang dimiliki oleh guru, baik bidang kognitif seperti , penguasaan bahan, keteladanan, sikap mencintai profesinya, dan bidang perilaku seperti keterampilan mengajar, menilai hasil belajar, dan lain-lain.
2) Faktor Siswa
Hal yang mempengaruhi kualitas pembelajaran yang datang dari siswa adalah kemampuan siswa (potensi kecerdasan dasar), motivasi belajar, minat, perhatian, sikap, dan kebiasaan belajar dan beribadah.
3) Faktor Lingkungan
Faktor ini mempengaruhi kualitas pembelajaran. Kondisi lingkungan yang di maksud, di antaranya :

                        1. Suasana Belajar
Suasana belajar yang lebih demokratis lebih kondusif bagi pencapaian hasil belajar yang optimal dibandingkan dengan suasana belajar yang kaku dan disiplin yang ketat dengan otoritas yang ada pada guru.
Dalam suasana belajar yang demokratis siswa memiliki kebebasan untuk belajar, mengajukan pendapat, berdialog dengan teman sekelas, dan lain-lain. Sebaliknya justru dengan otoriterisme malah akan menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran pada diri siswa sehingga tidak menumbuhkan kreativitas dalam belajar.
2. Fasilitas dan Sumber Belajar yang Tersedia
Seringkali guru merupakan satu-satunya sumber belajar di kelas. Situasi ini kurang menunjang kualitas dari suatu kegiatan pembelajaran, sehingga hasil belajar yang dicapai siswa tidak maksimal. Padahal masih banyak terdapat fasilitas-fasilitas pembelajaran yang meliputi tempat ibadah, perpustakaan yang berisi banyak sumber referensi pengetahuan, alat-alat peraga pada praktikum, dan lain-lain.

3.3 Pembelajaran Berbasis Multiple Intellegence
a. Pembelajaran
Pembelajaran atau yang dulu lebih dikenal sebagai “pengajaran” adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Istilah pembelajaran lebih tepat digunakan, karena menggambarkan upaya untuk membangkitkan prakarsa belajar seseorang. Di samping itu kata pembelajaran lebih mengungkapkan makna secara dalam hal hakikat upaya membelajarkan siswa.
Makna lain dari pembelajaran adalah suatu kegiatan belajar yang dilakukan agar proses belajar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Selain itu, pembelajaran juga diartikan sebagai upaya yang sistematik dan disengaja oleh guru untuk menciptakan kondisi agar siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
Dari berbagai pengertian yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pembelajaran adalah kegiatan yang sengaja dilakukan agar proses belajar dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Tahapan yang harus dilakukan seorang guru sebelum melakukan pembelajaran adalah dengan menyusun RPP (Rencana Pembelajaran).
Lalu, untuk sekolah yang berbasis Multiple Intellegence yang dikembangkan oleh Munif Chatib, RPP itu identik dengan sebutan lesson plan. Walaupun penamaannya berbeda, tetapi inti dari konten dan fungsinya tetaplah sama yaitu guna membantu guru agar dapat mengefektifkan proses pembelajaran agar sesuai dengan rencana.
Multiple intellegence merupakan teori dari Howard Gardner yang digunakan untuk  mengartikan makna kecerdasan secara lebih luas. Ia mengatakan bahwa psikologi dan pendidikan telah menghabiskan waktu terlalu banyak unruk mempelajari kecerdasan di dalam ruang tes dan bahwa kedua disimpin ilmu ini seharusnya lebih banyak melihat ke dalam dunia nyata untuk mencari contoh-contoh cara manusia memecahkan masalah dan menciptakan berbagai produk yang penting bagi perkembangan budaya.
Dengan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kecerdasan itu bukan kemampuan seseorang untuk mampu menjawab soal-soal dalam ruangan tertutup. Akan tetapi kemampuan seseorang dalam memecahkan persoalan yang ada secara nyata dalam situasi dan kondisi yang berbeda-beda.
Intellegence menurut Gardner adalah pengetahuan atau kemampuan mengemas suatu produk dengan menggunakan suatu keterampilan dalam cara yang dihargai oleh budaya di mana Anda hidup. Kecerdasan dalam pengertian yang lain merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah menggunakan ide, produk, atau kemampuan dalam suatu cara yang dinilai oleh satu atau lebih suatu kebudayaan.[12]
Dengan begitu, kecerdasan dapat diartikan sebagai kemampuan yang digunakan manusia yang merupakan hasil dari suatu proses dalam lingkungan budaya yang berbeda.
Teori kecerdasan semula yang dimaksudkan untuk psikolog, kini berkembang kini berkembang menjadi alat yang digunakan untuk menunjang pembelajaran yang dilakukan guru-guru hampir di seluruh dunia.
Teori multiple intellegence memberikan pendekatan pragmatis mengenai cara mendefinisikan kecerdasan yang sesungguhnya mengajarkan kita agar dapat memanfaatkan kelebihan yang dimiliki setiap siswa untuk membantu mereka belajar.
Dengan teori multiple intellegence tidak ditentukan berdasarkan nilai ulangan siswa, melainkan dari cara mereka dalam hal belajar dengan pola-pola yang beranekaragam.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa konsep multiple intellegence menurut Howard Gardner kecerdasan itu selalu berkembang secara dinamis (tidak statis). Kecerdasan seseorang lebih banyak berkaitan dengan kebiasaan, yaitu perilaku yang dilakukan berulang-ulang.
Kecerdasan juga bersifat multidimensi, yang memungkinkan semua kecerdasan bisa masuk di dalamnya. Sehinnga, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa setiap individu pada dasarnya cerdas.
Dalam penerapannya di kelas guru harus mengerti mengenai maksud dari penggunaan teori multiple intellegence, karena ternyata ada 9 jenis kecerdasan yang pada dasarnya dimiliki setiap manusia, dan itu berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Howard Gardner di mana 9 kecerdasan itu antara lain :
1. Kecerdasan Linguistik
Pengertian dari kecerdasan linguistik adalah kemampuan dalam menggunakan kata-kata secara efektif. Kecerdasan verbal bermanfaat untuk berbicara, mendengar, membaca, dan menulis.
Kecerdasan ini mempunyai komponen inti kepekaan pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata, dan bahasa yang berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi, dan berdebat.
2. Kecerdasan Logika Matematika
Kecerdasan logika matematika merupakan komponen untuk mengenali relavansi atau argumentasi pada pola dan urutan. Kecerdasan ini melibatkan keterampilan mengolah angka dan kemahiran dalam menggunakan logika dan akal sehat.
Intinya, kecerdasan logika memerlukan kemampuan dalam memahami dan peka terhadap pola-pola logis, numeris, dan kemampuan dalam mengolah alur pikiran yang panjang, berkaitan dengan kemampuan berhitung, menggunakan nalar, berpikir logis , dan menggunakan logika dalam memecahkan masalah.
3. Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami sifat-sifat alam. Juga kemampuan dalam menyyelaraskan diri dan bekerja sama dengan alam, dan senang berada di lingkungan alam yang terbuka, seperti gunung, pantai, danau, laut, hutan, cagar alam, dan sebagainya.
Inti dari kecerdasan naturalis di antaranya adalah membedakan spesies-spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antar spesies secara formal dan nonformal yang berkaitan dengan kemampuan meneliti gejala-gejala alam, mengklasifikasi, dan mengidentifikasi.
4. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali dalam dirinya, mengembangkan potensi yang dimiliki, dan mengekspresikan potensi yang dimilikinya.
Inti dari kecerdasan ini adalah cara memahami diri sendiri, kemampuan emosi, pengetahuan akan kekuatan dan kelemahan pada diri sendiri secara mendalam, kemampuan intuitif,  kemampuan untuk memotivasi diri, penyendiri, dan sensitif terhadap nilai diri dan tujuan hidup.
5. Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan dalam hal memahami hingga bekerja sama dengan orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain.
Inti dari kecerdasan ini adalah kepekaan dalam mencerna dan merespons secara tepat suasana hati, tempramen, motivasi, dan keinginan orang lain yang berkaitan dengan kemampuan dalam bergaul, memimpin, kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerja sama, dan kemampuan empati yang tinggi.
6. Kecerdasan Musikal
Pengertian dari kecerdasan musikal adalah kemampuan kepekaan terhadap pola nada, irama, dan melodi. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan dalam menyanyikan lagu, mengingat melodi musik, peka akan irama, dan menikmati musik.
Esensi dari kecerdasan musikal adalah kemampuan dalam menciptakan lagu, mendengar nada dari sumber bunyi, mengatur irama-irama musik, dan memainkan alat musik.
7. Kecerdasan Kinestetik
Kecerdasan ini adalah kemampuan seseorang dalam mengekspresikan ide dan perasaan dalam bentuk gerak tubuh. Kecerdasan ini dimiliki pada orang yang biasa menggunakan koordinasi tubuhnya dan mampu mengontrol gerakan-gerakan itu layaknya para penari.
Inti dari kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan dalam hal mengelola gerak tubuh, kemahiran dalam melakukan gerak respons, dan reflek yang berkaitan dengan kemampuan gerak motorik dan keseimbangan.
8. Kecerdasan Visual Spasial
Definisi dari kecerdasan visual spasial adalah kemampuan seseorang dalam hal mengindra atau membayangkan bentuk secara dan menciptakan kembali atau mengubah aspek-aspek bentuk yang dilihat atau dibayangkan.
Kecerdasan ini melibatkan kemampuan memvisualisasikan gambar di dalam kepala seseorang dan menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi.
Komponen inti yang diperlukan untuk kecerdasan ini adalah dalam hal kepekaan merasakan dan membayangkan gambar dalam ruang secara akurat yang berkaitan dalam keterampilan menggambar, memotret, membuat patung, dan mendesain.
9. Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan satu ini berkaitan dengan kepekaan dan kemampuan dalam hal menjawab segala bentuk pertanyaan mengenai eksistensi manusia. Prinsipnya adalah pencarian eksistensi seseorang dalam kehidupan. Di masa kini sering disebut sebagai kecerdasan spiritual (SQ).
Sifat kecerdasan ini selalu berusaha menemukan relasi antara kebutuhan belajar dengan kemampuan dalam hal menciptakan kesadaran akan kehidupan setelah kematian. Inilah yang disebut Gardner sebagai kecerdasan spiritual.
Jadi, intinya kecerdasan itu tidak hanya sekedar kecerdasan intelektual yang dapat diukur melalui tes tertulis yang tingkatannya ditentukan berdasarkan nilai yang diperoleh. Melainkan melibatkan pencarian keterampilan, dan bakat yang dimiliki seseorang.
Menurut teori multiple intellegence pemanfaatan kecerdasan yang tepat dalam proses pembelajaran akan sangat meningkatkan kemampuan belajar seseorang. Dengan kekuatan belajar tersebut, maka hasil yang didapatkan bisa lebih terlihat. Melalui pembelajaran yang disesuaikan dengan kecerdasan ynag dimiliki peserta didik maka mereka akan lebih termotivasi untuk belajar sehingga aktivitas belajar berjalan, siswa pun dapat aktif dalam prosesnya, dan mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan yang diiringi dengan peningkatan di dalam prosesnya ke depan.




[1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 5, Ayat 1, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[2] Yuli Fajar Susetyo, Rahasia Menjadi Motivator Siswa, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2011), hlm.55.

[3] Munif Khatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intellegence di Indonesia,  (Bandung: Kaifa, 2009), hlm. 102.
[4] Dedi Supriadi, Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan IPTEK, (Bandung: Alfabeta, 1954), hlm. 6-7.
[5] Muhammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi Remaja; Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), hlm. 41.
[6] Ibid,. hlm. 41.
[7] Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012), cet ke-3, hlm. 50.
[8] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 1, Ayat 1, Tentang Dosen dan Guru.
[9] Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2006), hlm. 27-29.
[10] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 252-253.
[11] Erwin Widiasworo, Rahasia Menjadi Guru Idola: Paduan Memaksimalkan Proses Belajar Mengajar Secara Kreatif dan Interaktif, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 72.
[12] Eric Jensen, Memperkaya Otak: Cara Memaksimalkan Potensi Setiap Pembelajar, (Jakarta: Indeks, 2008), hlm. 25.














DAFTAR PUSTAKA


Dedi Supriadi, Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan IPTEK, Bandung: Alfabeta, 1954.

Erwin Widiasworo, Rahasia Menjadi Guru Idola: Paduan Memaksimalkan Proses Belajar Mengajar Secara Kreatif dan Interaktif, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.

Jensen, Eric, Memperkaya Otak: Cara Memaksimalkan Potensi Setiap Pembelajar, Jakarta: Indeks, 2008.

Muhammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi Remaja; Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004.

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.

Munif Khatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intellegence di Indonesia, Bandung: Kaifa, 2009.

Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 2006.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 5, Ayat 1, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 1, Ayat 1, Tentang Dosen dan Guru.

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012.

Yuli Fajar Susetyo, Rahasia Menjadi Motivator Siswa, Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2011.


http://belajarpsikologi.com/multiple-intelligences-atau-kecerdasan-ganda/, diakses pada hari Sabtu, 9 April 2016 pukul 14.12 WIB

Komentar

  1. What Happens When Your Casino Is Closed? | Jeopardy
    In 경기도 출장안마 this post, we answer 진주 출장마사지 the question “How do casinos close?” This is a common phrase that is used to 전주 출장안마 describe 양주 출장안마 the effect the casino has had on the player. This is 김포 출장마사지 how it

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa

SEMIKONDUKTOR

3 Macam Interaksi Cahaya pada Materi