Landasan Ilmu Pendidikan
Hubungan Antara
Kreativitas Guru dengan Peningkatan Hasil Pembelajaran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan
mempunyai tempat istimewa dan telah menjadi bagian penting dalam membangun
kualitas hidup manusia. Dengan adanya pendidikan yang baik akan menjamin
peningkatan kualitas hidup itu.
Di
Indonesia, jaminan mendapatkan pendidikan yang berkualitas adalah hak setiap
warga negara, seperti yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa: “Setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.[1]
Dengan demikian pemerintah berusaha untuk mengajak dan menggerakkan
elemen pendidikan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Perlu
disadari bahwa guru memiliki peranan penting sebagai penjamin mutu kualitas
pendidikan di berbagai lembaga pendidikan yang ada. Guru memiliki tugas sebagai
pemberi materi, esensi, dan substansi pada kegiatan pendidikan.
Maka
dari itu, guru dituntut agar senantiasa dapat mengikuti perkembangan zaman yang
ada untuk menyesuaikan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan agar
tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Maka guru harus memiliki kreativitas dan
selalu inovatif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.. Sebab, pada dasarnya
jika sistem pendidikan yang ditetapkan suatu negara sudah dinilai secara
teoritis baik, kualitas kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara analisis
dirasa sudah baik, namun jika sebagai pelaksana, yaitu guru tidak memiliki
kompetensi profesionalisme dan pedagogis yang diharapkan maka sama saja sistem
dan kurikulum tersebut tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Namun sebaliknya, jika suatu sistem pendidikan dirasa secara teoritis masih
terdapat kekurangan, kurikulum pun dinilai kurang sesuai dengan perkembangan
zaman, tapi jika guru dalam mengajar mampu menghadirkan kreativitas dan inovasi
di setiap langkahnya, maka setidaknya hal buruk yang ditakutkan sebagai resiko
dari kegagalan sistem dan kurikulum yang ditetapkan dapat diminimalisir.
Membayangkan
ilustrasi yang sudah dijelaskan, seharusnya guru mencerminkan dirinya sebagai
sosok yang ideal, kreatif, dan inovatif. Namun, kenyataan yang terjadi saat ini
adalah banyak guru yang gagal berperan sebagai sosok pendidik yang memiliki
semangat profesionalisme dan optimisme. Itu dapat dibuktikan dengan banyaknya
kasus seperti : tawuran antar pelajar, narkoba, kekerasan, bullying, dan lain-lain.
Penurunan
mutu atau kualitas guru jelas berimbas pada menurunnya kualitas pembelajaran di
kelas. Padahal yang selama ini paling ditekankan adalah guru harus mampu
menyajikan pembelajaran yang bermutusehingga siswa dapat dengan mudah menyerap
apa yang sedang mereka pelajari. Pembelajaran yang berkualitas akan
menghasilkan siswa yang berkualitas pula. Baik dari sisi prestasi belajar
maupun dari sisi pengembangan sosial kepribadiannya.[2]
Pembelajaran
yang berkkualitas diciptakan oleh guru yang berkualitas. Guru yang berkualitas
mampu berpeluang tinggi dalam mencetak siswa yang berkualitas dengan ciri mampu
mencerdaskan mayoritas siswa yang diajarnya. Mengapa? Karena guru yang
berkualitas mempunyai mindset bahwa
tiap siswa dilahirkan dengan kecerdasan.
Tapi,
saat ini kita dihadapkan pada realita bahwa masih banyak guru yang belum sadar
akan mindset ini. Banyak guru yang
masih beranggapan bahwa kecerdasan dapat diukur melalui serangkaian tes pilihan
ganda, esai, dan lainnya. Padahal hal tersebut hanya digunakan untuk mengukur
kecerdasan kognitif. Lalu bagaimana dengan kecerdasan motorik, dan afektif? Hal
tersebut tidak cukup diukur dengan serangkaian tes kognitif yang telah
disebutkan.
Padahal
kita tahu jika ada banyak aspek kecerdasan, dan hal ini didukung oleh teori
dari Howard Gardner tentang Multimple
Intellegence, di mana kecerdasan itu dipandang dari banyak aspek. Maka guru
dituntut untuk mengerti makna dari kecerdasan. Dan teori ini membuktikan bahwa
tiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Maka dari itu, guru dituntut
untuk bertanggungjawab mengembangkan potensi kecerdasan peserta didiknya.
Konsep
kecerdasan Multiple Intellegence yang
ditawarkan oleh Howard Gardner adalah kecerdasan orang itu berkembang secara
dinamis. Kecedrasan seseorang lebih banyak berkaitan dengan kebiasaan, yaitu
kegiatan yang dilakukakn berulang-ulang.[3]
Jika
teori kecerdasan Multiple Intellegence
diterapkan diharapkan dapat membantu menyelesaikan segala permasalahan yang
berkaita dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam menerapkan teori ini setiap
unsur dari sekolah perlu terlibat secara aktif, terutama guru. Maka guru
dituntut memiliki profesionalitas. Profesionalitas ini dapat dibuktikan dengan
cara guru senantiasa meng-update dirinya
dengan terus belajar tanpa henti. Dari etos belajar tersebut maka kedepannya
secara tidak langsung kreativitas guru akan meningkat.
Bagi
guru menerapkan Multiple Intellegence merupakan
tantangan besar, karena menuntut kreativitas tinggi. Disamping memerlukan lebih
banyak waktu dan tenaga. Dalam tantangan besar ini, permasalahan utamanya
adalah terletak pada kreativitas guru yang masih rendah Sehingga seringkali
cara guru mengajar dinilai kurang menarik dan membosankan. Kurangnya
kreativitas guru mengindikasikan bahwa kualitas guru di Indonesia masih rendah.
Salah
satu ciri khas guru yang menerapkan Multiple
Intellegence adalah mampu belajar secara Out of The Box. Mengenai
penerapan Multiple Intellegence,
dapat kita tarik suatu hal bahwa dengan adanya masalah ini sekolah tidak ingin ambil pusing terhadap permasalahan yang
mungkin terjadi. Sehingga untuk mencegah permasalahan dalam kegiatan pendidikan
muncul, maka diadakan serangkaian tes untuk calon guru yang bertujuan untuk menjaring
guru yang memiliki profesionaliste. Sehingga diharapkan guru tersebut
senantiasa terus belajar guna meningkatkan kreativitasnya secara berkelanjutan.
Tapi,
walaupun hal tersebut sudah dilakukan tetap saja ada kendala yang menghadang
untuk terciptanya kegiatan pembelajaran yang ideal. Dan masalah tersebut adalah
waktu. Yang dimaksud di sini adalah manajemen waktu. Karena, masih sering
didapatkan momen saat guru dan peserta didik sedang melakukan kegiatan
pembelajaran, tiba-tiba alokasi waktu yang disediakan telah selesai. Sehingga,
seringkali materi yang disampaikan guru belum tuntas.
Selain
masalah waktu, banyak kenyataan yang membuktikan tidak baiknya rangkap jabatan
yang dilakukan oleh guru. Sering didapati guru yang merangkap jabatan sebagai
wakil kepala sekolah. Dengan keadaan tersebut, mengakibatkan guru yang
bersangkutan tidak bisa mengembangkan kreativitasnya dalam mengajar, karena di
sisi lain dituntut untuk mengurusi masalah-masalah sekolah yang berkaitan
dengan kegiatan administratif, atau berkaitan dengan kegiatan sekolah yang
biasanya berupa penyambutan tamu dari dinas pendidikan dan pejabat daerah, atau
donatur-donatur yang sering datang mengunjungi sekolah. Hal ini sering membuat
guru yang bersangkutan terkendala dalam membagi waktu antara mengajar dan
mengurus masalah sekolah, sehingga sering pula peserta didik yang diajarnya
tidak mendapatkan materi yang seharusnya diajarkan guru yang bersangkutan.
Lalu, biasanya kenyataan yang sering didapati menjelang akhir waktu kegiatan
pembelajaran, guru tersebut sering melakukan sistem mengajar secara kilat, di
mana hal inilah yang kemudian menjadi petaka besar bagi peserta didik, sebab
peserta didik dituntut untuk memahami materi pelajaran dalam waktu yang
singkat. Sedangkan kita tahu kalau potensi daya tangkap tiap orang
berbeda-beda, karena tidak semua siswa mampu memahami materi pelajaran dalam
waktu yang singkat.
Selain
masalah keterbatasan waktu, dan rangkap jabatan juga ada kendala dari segi
penyediaan fasilitas belajar. Seringkali dikeluhkan kurangnya fasilitas yang
memadai dalam terlenggaranya kegiatan mengajar seperti tidak layaknya ruang
kelas yang digunakan untuk mengajar akibat didapatinya kerusakan-kerusakan yang
dinilai dapat mengganggu, bahkan membahayakan jika terus dibiarkan dan tetap
digunakan untuk kegiatan mengajar. Selain itu juga dikeluhkan kurangnya akses
terhadap fasilitas penunjang belajar seperti buku pelajaran. Karena dibuktikan
dengan jumlah buku yang terbatas yang dimiliki perpustakaan sekolah, sedangkan
di sisi lain seringkali dihadapkan pada kenyataan banyaknya siswa yang ingin
meminjam buku dari perpustakaan, akan tetapi karena jumlah buku yang terbatas,
maka tidak semua siswa bisa mendapatkan pinjaman buku. Selain itu juga sering
ditemukan buku yang sebenarnya sudah tidak layak pakai, karena buku-buku ini
telah rusak termakan waktu. Lalu, juga ada masalah baru lagi yang baru-baru ini
kita temui dalam dunia pendidikan di mana, pihak sekolah sebagai penghubung
atau aksesor antara murid dengan buku pelajaran yang digunakan ternyata selama
ini tidak mampu melakukan filtrasi terhadap buku pelajaran yang akan digunakan
dalam kegiatan belajar mengajar 1 semester kedepan, dengan dibuktikannya banyak
buku pelajaran yang terbit yang sebenarnya konten-konten yang dimuat sebagai
materi pelajaran di buku itu ternyata tidak layak. Lalu, masalah klasik yang
mungkin hampir dimiliki setiap sekolah adalah sempitnya ruang kelas. Mengapa
ruang kelas yang sempit menjadi hambatan dalam mewujudkan kegiatan belajar
mengajar? Karena, ruang kelas yang sempit sering menjadi masalah oleh guru dan
dijadikan alasan guru sebagai kendala dalam mengadakan kelas diskusi, debat,
kelas demonstrasi, dan lain-lain.
Akan
tetapi, kembali lagi jika menilik dari permasalahan-permasalahan yang telah
disebutkan sebelumnya, pada dasarnya hal yang dapat dilakukan pada masa-masa
sulit seperti saat ini adalah dengan lebih dititikberatkan pada peningkatan
kreativitas guru dalam mengajar. Maka dari itu, sangat penting bagi guru untuk
menyadari peranannya sebagai pendidik. Karena, dengan menyadari peranannya
diharapkan guru mampu menjawab segala pertanyaan-pertanyaan yang ada mengenai
permasalahan pendidikan yang sehari-hari dihadapinya. Guru akan menyadari
mengenai pentingnya keberadaan dari peserta didik yang diciptakan dengan
keberanekaragaman, baik dari segi suku, ras, budaya, dan yang terpenting adalah dari segi kecerdasan.
Dengan memahami perbedaan kecerdasan yang dimiliki tiap individu, maka guru
dapat menentukan metode-metode yang baik dan tepat dalam pembelajaran. Dari
sini, timbulah karakteristik guru kreatif. Dengan munculnya potensi untuk
menjadi guru kreatif ini, kemudian guru tersebut mampu untuk menghadapi segala
tantangan yang ada, termasuk ketika guru dihadapkan pada segala keterbatasan
yang dimiliki sekolah dalam penylenggaraan pendidikakn berupa penyediaan
fasilitas yang nantinya digunakan sebagi alat pendidikan. Jika guru mampu
mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut, maka tidak akan ada kendala berarti
dalam penyelenggaraan pendidikan. Karena, pada hakikatnya pembelajran yang
ideal adalah saat peserta didik mampu untuk menangkap hal-hal atau materi yang
dijelaskan oleh guru dalam segala kondisi. Jika hal ini terjadi, maka
terwujudlah yang namanya pembelajaran ideal yang dimaksud tadi, sehingga, akan
tercapainya peningkatan hasil pembelajaran yang kedepannya akan menjadi
cerminan bagi kemajuan bangsa dalam menata pembangunan nasional menuju bangsa
yang adil, makmur, sejahtera, dan aman.
BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Rumusan Masalah
1. Apa
saja peranan-peranan yang dimiliki oleh guru?
2. Apa
yang dimaksud dengan kreativitas guru?
3. Bagaimana
penjelasan mengenai multiple intellegence?
4. Mengapa
peningkatan pembelajaran begitu penting?
5. Langkah
apa yang dapat dilakukan agar tercapainya peningkatan pembelajaran?
6. Bagaimana
penjelasan mengenai pembelajaran berbasis multiple
intellegence?
BAB III
PENJELASAN
3.1 Kreativitas Guru
a.
Kreativitas
Dedi
Supriyadi mendefinisikan kreativitas dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata.[4]
Baron mendefinisikan kreativitas secara lebih fleksibel sebagaimana dikutip
oleh Muhammad Ali dan Muhammad Asrori adalah kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru di sini bukan harus sama sekali baru, tetapi
dapat juga bersifat kombinasi dari unsur-unsur yang ada sebelumnya.[5]
Lalu,
Guilford memaknai kreativitas dengan kemampuan berpikir secara divergen atau kemampuan individu untuk
mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan.[6]
Utami
Munandar mendefinisikan kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk
mengelaborasi suatu gagasan.[7]
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas tentang makna kreativitas, dapat disimpulkan bahwa
kreativitas adalah suatu proses aktivitas di mana individu menciptakan
penemuan-penemuan baru dan unik untuk digunakan menghadapi berbagai persoalan
yang terjadi.
b.
Guru
Secara
formal menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 1, Ayat 1 tentang dosen
dan guru menyatakan bahwa :
Yang
dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik pada
anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[8]
Guru
adalah faktor penting dalam pendidikan. Sekolah bagus hanyalah sekolah yang
memiliki bangunan atau gedung sekolah yang bagus yang didalamnya juga ada guru
yang dinilai bagus. Namun, sekolah hebat adalah sekolah yang berisikan
guru-guru hebat.
Kurikulum
yang begitu kompleks dan menantang membantu guru agar dapat mengembangkan
potensi pedagogis dan profesionalitasnya. Dengan demikian, guru dapat bekerja
secara efektif. Jadi, kualitas guru adalah hal yang membedakan antara sekolah
satu dengan sekolah yang lainnya. Sekolah tidak bisa berkembang pesat jika
potensi dan kemampuan guru tidak ditingkatkan.
Karena
fungsinya sebagai pengajar yang melakukan transfer
of knowledge, dan juga sebagai pendidik yang melakukan transfer of value, serta sebagai pembimbing yang memberikan
pengarahan dan menuntun peserta didik dalam belajar, maka diperlukan adanya
peranan dari seorang guru. Peranan guru dalam pembelajaran meliputi banyak hal,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Sri Esti Wuryani Dwijiwandono dalam bukunya
Psikologi Pendidikan[9],
yaitu :
1.
Guru sebagai Ahli Instruksional
Guru
harus bisa menentukan keputusan tentang materi pelajaran dan metodenya.
Keputusan ini didasarkan pada mata pelajaran yang akan diajarkan, kebutuhan,
dan kemampuan siswa serta tujuan yang hendak dicapai.
2.
Guru sebagai Motivator
Guru
harus memberikan motivasi belajar kepada siswa sehingga mereka tetap memiliki
semangat belajar yang tinggi dalam setiap pelajaran. Seorang guru harus
senantiasa membantu peserta didik dalam memerangi sifat malasnya dan memberikan
dorongan-dorongan yang diharapkan mampu membangkitkan semangat peserta didik
dalam belajar.
3.
Guru sebagai Manajer
Guru
memiliki tugas untuk mengelola kelas. Di antaranya : mengawasi kegiatan kelas,
mengorganisasi pelajaran, melengkapi formulir, mempersiapkan tes, menetapkan
nilai, bertemu dengan orang tua siswa, menyimpan catatan-catatan pribadi
siswa-siswanya, mengatur lingkungan belajar yang relatif sehat, dan bebas dari
masalah-masalah tingkah laku.
4.
Guru sebagai Konselor
Guru
haru sensitif atau peka dalam mengobservasi tingkah laku peserta didiknya. Guru
harus mampu merespon secara konstruktif terhadap segala bentuk emosi siswa yang
dikhawatirkan menggannggu kegiatan belajar mengajat. Guru harus mengerti ketika
ada siswa yang membutuhkan bimbingan atau meminta untuk mencarikan problem solving dari masalah yang sedang
dihadapi oleh peserta didik yang bersangkutan.
5.
Guru sebagai Model
Guru
harus berakting sebagai contoh atau model bagi peserta didiknya. Dalam banyak
kasus, guru tidak menyadari peranannya sebagai contoh atau model. Guru dapat
mengaplikasikan metode-metode yang telah ditemukan oleh ahli-ahli pendidikan
dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, dengan disesuaikan siatuasi dan
kondisi yang cocok berdasarkan kondisi lingkungan yang ada.
Adapun
peran lain dari guru yang disampaikan oleh Muhibbin Syah[10]
di antaranya sebagai berikut.
1.
Guru sebagai Designer of Instruction
atau Perancang Pengajaran
Sebagai
perancang pengajaran di dalam kelas, seorang guru harus mempunyai kemampuan
dalam merancang proses kegiatan belajar mengajar yang berhasil guna dan berdaya
guna.
2.
Guru sebagai Manager of Instruction atau Pengelola
Pengajaran
Sebagai
pengelola pengajaran di dalam kelas, seorang guru harus memiliki kemampuan
dalam mengalola kegiatan seluruh tahapan proses kegiatan belajar mengajar di
dalam kelas. Di antara kegiatan proses tahapan belajar mengajar, yang paling
penting adalah kemampuan untuk menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya,
sehingga memungkinkan siswa belajar secara maksimal.
3.
Guru sebagai Evaluator of Student
Learning atau Evaluator Hasil Pembelajaran Siswa
Fungsi
ini menuntut guru untuk senantiasa mengikuti taraf perkembangan kemajuan
prestasi belajar atau kinerja akademik peserta didik dalam kurun waktu
pembelajaran.
Melalui
dua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru sangatlah
kompleks dalam kegiatan pembelajaran. Peran-peran tersebut harus selalu
diupayakan, sebab peran-peran tersebut adalah inti dari tercapainya
pembelajaran yang ideal. Karena peran-peran tersebut pula, guru harus memiliki
sikap aktif terhadap perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat.
c.
Kreativitas Guru
Guru
kreatif adalah guru yang mudah dicintai peserta didik. Disebabkan, kehadirannya
akan membuat peserta didik terhibur dengan pembelajaran yang menjadi segar dan
menyenangkan. Dikarenakan, guru kreatif memiliki banyak cara untuk
mengemaspembelajaran dengan cara-cara yang unik dan menarik. Sehingga guru yang
kreatif akan ditunggu-tunggu kehadirannya oleh peserta didik.
Satu
hal lagi, guru kreatif selalu menemukan kesempatan untuk melakukan penyesuaian
kurikulum dengan pendekatan mengajarnya, agar siswa dapat mengeluarkan potensi
kecerdasannya yang berbeda-beda untuk dapat belajar dan menunjukkan hal-hal
yang mereka ketahui. Diharapkan, setelah siswa merasa nyaman dengan potensi
kecerdsan yang dimilikinya masing-masing maka siswa mampu memecahkan berbagai
masalah yang ada dengan kecerdasan yang dimilikinya, dan dari situ biasanya
mereka akan mampu menunjukkan cara pemecahan masalah atau penggunaan
pengetahuan yang dirasa baru dan dari situ akan dikenali kecerdasan lain yang
dimiliki siswa yang ternyata sifatnya di luar dugaan guru.
Sebab
itu, kreativitas guru sangat diperlukan. Mereka cenderung lebih sensitif
terhadap momen spesial dari siswanya yang biasanya didapatkan guru dalam
keadaan tidak terduga.
Perlu
diketahui bahwa kreativitas adalah serangkaian kegiatan yang unik dan berbeda
yang mendatangkan hasil yang sesuai harapan, yang sifatnya.
1.
Baru (Novel)
Inovatif,
belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, dan mengejutkan.
2.
Berguna (Useful)
Lebih
enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan,
mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, dan
mendatangkan hasil lebih baik atau banyak.
3.
Dapat Dimengerti (Understandable)
Hasil
yang sama dapat dimengerti dan dapat dilakukan lagi di lain waktu.
Indikator
untuk mengetahui ciri-ciri guru yang kreatif menurut Rona Binham[11], antara
lain:
1.
Mampu Menciptakan Ide Baru
Kreatif
identik dengan penemuan ide baru. Dengan demikian bisa dikatakan guru kreatif
adalah guru yang mampu menemukan sebuah ide baru yang bermanfaat. Ide ini bisa
muncul dengan tidak terduga (spontan) atau pun melalui perencanaan. Namun,
perlu diketahui untuk bisa menciptakan ide baru, guru harus banyak belajar guna
menambah wawasan yang akan menjadikan pemukirannya berkembang. Karena, jika hal
tersebut tidak dilakukan akan sulit bagi guru untuk memunculkan ide-ide baru
yang mampu menciptakan suasana segar dalam pembelajaran.
2.
Tampil Beda
Guru
yang kreatif akan memiliki penampilan yang berbeda dengan guru yang minim
kreativitas. Mereka cenderung memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan
mereka dengan guru biasa, karena mereka memang memiliki sesuatu yang berbeda,
sesuatu yang baru yang kadang tidak terpikirkan oleh guru-guru lain.
3.
Fleksibel
Guru
yang kreatif tentu akan menghindari sifat kaku pada dirinya. Guru kreatif
cenderung lebih mengedepankan kondisi ketimbang rencana pembelajaran yang telah
diciptakan sebelumnya. Tentunya dengan begitu, mereka akan memiliki kemampuan
memahami para siswanya dengan lebih baik, memahami karakter siswa, gaya belajar
siswa, dan tentunya memahami apa yang diharapkan siswa dari setiap kegiatan
pembelajaran yang diadakan.
4.
Mudah Bergaul
Guru
yang kreatif mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
sedang ditempatinya. Sehingga guru dapat dengan mudah bergaul dan merebut hati
peserta didiknya. Kemampuan ini harus selalu mereka tunjukkan secara
profesional baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru tidak boleh terlalu
menjaga image, karena ditakutkan akan
menciptakan jarak dengan peserta didiknya sehingga hal tersebut akan membuat
peserta didik enggan atau sungkan mendekati guru. Bersikap layaknya sahabat
adalah sikap paling tepat untuk membuat siswa nyaman bergaul dengan guru.
5.
Menyenangkan
Setiap
orang pasti suka dengan orang yang menyenangkan, termasuk siswa itu adalah
siswa aktif, terlebih siswa pasif akan lebih suka dengan guru yang menyenangkan
ketimbang guru yang menyeramkan. Ciri ini selalu ditunjukkan dengan sikap dan
selera humor yang dimiliki oleh seorang guru. Humor ini nantinya akan digunakan
guru untuk membuat suasana kelas menjadi lebih cair dan pastinya menyenangkan.
6.
Senang Melakukan Eksperimen
Guru
yang kreatif memiliki rasa ingin tahu yang kuat. Mereka selalu tertantang
dengan membuat hal-hal yang baru dengan eksperimen yang dilakukannya.
Eksperimen tersebut dapat berupa metode pembelajaran atau pun hal-hal lainnya.
Intinya, eksperimen ini sengaja dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru
dalam mengajar. Guru yang memiliki ciri ini ditandai dengan sikap yang tidak
pernah jenuh untuk mencoba sesuatu yang baru, yang belum pernah dilakukannya,
jika berhasil akan menjadi sesuatu yang patut untuk diteruskan, dan jika gagal
akan dijadikan bahan evaluasi dan dijadikan sebagai pembelajaran baginya agar
dapat memperoleh sesuatu yang lebih baik.
7.
Cekatan
Guru
kreatif akan bekerja dengan cekatan supaya dapat menangani berbagai masalah
dengan baik dan cepat. Ia tidak suka
menunda-nunda suatu pekerjaan. Setiap masalah yang dihadapi akan diselesaikan
dengan cepat.
Walaupun
terkesan mudah saat mengetahui secara teoritis ciri-ciri dari seorang guru yang
kreatif, namun akan banyak hal berbeda yang ditemui ketika dalam prakteknya di
lapangan. Guru yang kreatif dituntut memiliki profesionalisme yang tinggi dan
senantiasa harus terampil dalam setiap kinerjanya. Kinerja guru akan menentukan
keberhasilan dalam mengembangkan tiga ranah kompetensi yang harus dimiliki
setiap peserta didik, yaitu: kognitif, psikomotorik, dan afektif yang jika
ketiganya berhasil digabungkan akan menciptakan life skills.
3.2 Peningkatan Pembelajaran
Peningkatan
merupakan serangkaian proses, cara atau perbuatan untuk meningkatkan usaha,
kegiatan dan sebagainya. Peningkatan dapat juga dikatakan sebagai perkembangan
atau perubahan dari jenjang paling dasar menuju jenjang yang lebih tinggi dan
lebih maju sifatnya.
Mutu
dan kualitas pembelajaran adalah mutu yang terdapat pada pelaksanaan
pembelajaran di suatu lembaga dalam hal mencapai target. Hal tersebut sebagai
keberhasilan dalam memenuhi standar yang telah ditentukan, dan memenuhi
kebutuhan pelanggan pendidikan. Upaya-upaya dalam meningkatkan pembelajaran
pendidikan di antaranya :
a.
Peningkatan Kualitas Materi
Ada
bebarapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pelajaran :
1)
Materi dari suatu mata pelajaran hendaknya sesuai atau diharapkan mampu
mencapai tujuan instruksional.
2)
Materi pelajaaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan dan perkembangan
siswa pada umumnya.
3)
Materi pelajaran hendaknya teroganisir secara sistematik dan berkesinambungan.
4)
Materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual maupun
konseptual.
b.
Pemanfaatan Metode yang Bervariasi
Menurut
Muhaimin, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang kompleks. Mengingat
kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang kompleks maka hampir tidak
mungkin untuk menunjukkan dan menyimpulkan salah satu metode belajar mengajar
tertentu lebih unggul daripada metode belajar mengajar lainnya dalam usaha
mencapai semua tujuan, oleh semua guru untuk semua murid, untuk semua mata
pelajaran, dalam semua situasi dan kondisi, dan untuk selamanya
c.
Pemanfaatan Fasilitas Penunjang Pembelajaran
Ketika
guru mampu memanfaatkan fasilitas penunjang pembelajaran yang ada, diharapkan
kemudahan dalam penyampaian materi oleh guru kepada siswa dapat terwujud.
Dengan demikian, menjadi penting ketika guru dihadapkan dengan suatu
keterbatasan dalam pengadaan alat pembelajaran, guru tetap berupaya
memaksimalkan penggunaan alat penunjang pembelajaran yang ada di sekolah dan
lingkungan sekitarnya.
d.
Mengadakan Evaluasi
Evaluasi
adalah suatu proses yang berlangsung secara berkesinambungan. Evaluasi
dilakukan sebelum, selama, dan sesudah suatu proses pembelajaran. Evaluasi
sebelum proses pembelajaran, misalnya karakteristik siswa, kemampuan siswa,
metode dan materi pembelajaran yang digunakan. Evaluasi selama proses
pembelajaran adalah evaluasi yang digunakan untuk melacak dan memperbaiki
masalah belajar mengajar serta kesulitannya, baik dalam penyampaian materi
maupun strategi yang digunakan dalam pendekatannya. Feed back atau umpan balik diberikan dalam bentuk tes-tes formatif.
Evaluasi pencapaian hasil pembelajaran siswa dapat dilakukan secara formatif
dan sumatif.
Kemudian,
untuk mengukur besar peningkatan mutu pembelajaran dapat diketahui dengan
memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain :
1)
Faktor Guru
Faktor
ini merupakan pengaruh terhadap kualitas pembelajaran yang meliputi : kemampuan
dasar yang dimiliki oleh guru, baik bidang kognitif seperti , penguasaan bahan,
keteladanan, sikap mencintai profesinya, dan bidang perilaku seperti
keterampilan mengajar, menilai hasil belajar, dan lain-lain.
2)
Faktor Siswa
Hal
yang mempengaruhi kualitas pembelajaran yang datang dari siswa adalah kemampuan
siswa (potensi kecerdasan dasar), motivasi belajar, minat, perhatian, sikap,
dan kebiasaan belajar dan beribadah.
3)
Faktor Lingkungan
Faktor
ini mempengaruhi kualitas pembelajaran. Kondisi lingkungan yang di maksud, di
antaranya :
1.
Suasana Belajar
Suasana belajar yang lebih demokratis
lebih kondusif bagi pencapaian hasil belajar yang optimal dibandingkan dengan
suasana belajar yang kaku dan disiplin yang ketat dengan otoritas yang ada pada
guru.
Dalam suasana belajar yang demokratis
siswa memiliki kebebasan untuk belajar, mengajukan pendapat, berdialog dengan
teman sekelas, dan lain-lain. Sebaliknya justru dengan otoriterisme malah akan
menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran pada diri siswa sehingga tidak
menumbuhkan kreativitas dalam belajar.
2. Fasilitas dan Sumber Belajar yang
Tersedia
Seringkali guru merupakan satu-satunya
sumber belajar di kelas. Situasi ini kurang menunjang kualitas dari suatu
kegiatan pembelajaran, sehingga hasil belajar yang dicapai siswa tidak
maksimal. Padahal masih banyak terdapat fasilitas-fasilitas pembelajaran yang
meliputi tempat ibadah, perpustakaan yang berisi banyak sumber referensi
pengetahuan, alat-alat peraga pada praktikum, dan lain-lain.
3.3 Pembelajaran Berbasis Multiple Intellegence
a.
Pembelajaran
Pembelajaran
atau yang dulu lebih dikenal sebagai “pengajaran” adalah upaya untuk membelajarkan
siswa. Istilah pembelajaran lebih tepat digunakan, karena menggambarkan upaya
untuk membangkitkan prakarsa belajar seseorang. Di samping itu kata
pembelajaran lebih mengungkapkan makna secara dalam hal hakikat upaya
membelajarkan siswa.
Makna
lain dari pembelajaran adalah suatu kegiatan belajar yang dilakukan agar proses
belajar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Selain itu, pembelajaran
juga diartikan sebagai upaya yang sistematik dan disengaja oleh guru untuk
menciptakan kondisi agar siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
Dari
berbagai pengertian yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
pembelajaran adalah kegiatan yang sengaja dilakukan agar proses belajar dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Tahapan
yang harus dilakukan seorang guru sebelum melakukan pembelajaran adalah dengan
menyusun RPP (Rencana Pembelajaran).
Lalu,
untuk sekolah yang berbasis Multiple
Intellegence yang dikembangkan oleh Munif Chatib, RPP itu identik dengan
sebutan lesson plan. Walaupun
penamaannya berbeda, tetapi inti dari konten dan fungsinya tetaplah sama yaitu
guna membantu guru agar dapat mengefektifkan proses pembelajaran agar sesuai
dengan rencana.
Multiple intellegence
merupakan teori dari Howard Gardner yang digunakan untuk mengartikan makna kecerdasan secara lebih
luas. Ia mengatakan bahwa psikologi dan pendidikan telah menghabiskan waktu
terlalu banyak unruk mempelajari kecerdasan di dalam ruang tes dan bahwa kedua
disimpin ilmu ini seharusnya lebih banyak melihat ke dalam dunia nyata untuk
mencari contoh-contoh cara manusia memecahkan masalah dan menciptakan berbagai
produk yang penting bagi perkembangan budaya.
Dengan
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kecerdasan itu bukan kemampuan
seseorang untuk mampu menjawab soal-soal dalam ruangan tertutup. Akan tetapi
kemampuan seseorang dalam memecahkan persoalan yang ada secara nyata dalam
situasi dan kondisi yang berbeda-beda.
Intellegence menurut
Gardner adalah pengetahuan atau kemampuan mengemas suatu produk dengan menggunakan
suatu keterampilan dalam cara yang dihargai oleh budaya di mana Anda hidup.
Kecerdasan dalam pengertian yang lain merupakan kemampuan untuk menyelesaikan
masalah menggunakan ide, produk, atau kemampuan dalam suatu cara yang dinilai
oleh satu atau lebih suatu kebudayaan.[12]
Dengan
begitu, kecerdasan dapat diartikan sebagai kemampuan yang digunakan manusia
yang merupakan hasil dari suatu proses dalam lingkungan budaya yang berbeda.
Teori
kecerdasan semula yang dimaksudkan untuk psikolog, kini berkembang kini
berkembang menjadi alat yang digunakan untuk menunjang pembelajaran yang
dilakukan guru-guru hampir di seluruh dunia.
Teori
multiple intellegence memberikan
pendekatan pragmatis mengenai cara mendefinisikan kecerdasan yang sesungguhnya
mengajarkan kita agar dapat memanfaatkan kelebihan yang dimiliki setiap siswa
untuk membantu mereka belajar.
Dengan
teori multiple intellegence tidak
ditentukan berdasarkan nilai ulangan siswa, melainkan dari cara mereka dalam
hal belajar dengan pola-pola yang beranekaragam.
Telah
disebutkan sebelumnya bahwa konsep multiple
intellegence menurut Howard Gardner kecerdasan itu selalu berkembang secara
dinamis (tidak statis). Kecerdasan seseorang lebih banyak berkaitan dengan
kebiasaan, yaitu perilaku yang dilakukan berulang-ulang.
Kecerdasan
juga bersifat multidimensi, yang memungkinkan semua kecerdasan bisa masuk di
dalamnya. Sehinnga, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa setiap individu pada
dasarnya cerdas.
Dalam
penerapannya di kelas guru harus mengerti mengenai maksud dari penggunaan teori
multiple intellegence, karena
ternyata ada 9 jenis kecerdasan yang pada dasarnya dimiliki setiap manusia, dan
itu berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Howard Gardner di
mana 9 kecerdasan itu antara lain :
1.
Kecerdasan Linguistik
Pengertian
dari kecerdasan linguistik adalah kemampuan dalam menggunakan kata-kata secara
efektif. Kecerdasan verbal bermanfaat untuk berbicara, mendengar, membaca, dan
menulis.
Kecerdasan
ini mempunyai komponen inti kepekaan pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata,
dan bahasa yang berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi,
berargumentasi, dan berdebat.
2.
Kecerdasan Logika Matematika
Kecerdasan
logika matematika merupakan komponen untuk mengenali relavansi atau argumentasi
pada pola dan urutan. Kecerdasan ini melibatkan keterampilan mengolah angka dan
kemahiran dalam menggunakan logika dan akal sehat.
Intinya,
kecerdasan logika memerlukan kemampuan dalam memahami dan peka terhadap
pola-pola logis, numeris, dan kemampuan dalam mengolah alur pikiran yang
panjang, berkaitan dengan kemampuan berhitung, menggunakan nalar, berpikir
logis , dan menggunakan logika dalam memecahkan masalah.
3.
Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan
naturalis adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami sifat-sifat alam. Juga
kemampuan dalam menyyelaraskan diri dan bekerja sama dengan alam, dan senang
berada di lingkungan alam yang terbuka, seperti gunung, pantai, danau, laut,
hutan, cagar alam, dan sebagainya.
Inti
dari kecerdasan naturalis di antaranya adalah membedakan spesies-spesies,
mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antar spesies secara
formal dan nonformal yang berkaitan dengan kemampuan meneliti gejala-gejala
alam, mengklasifikasi, dan mengidentifikasi.
4.
Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan
intrapersonal merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali dalam dirinya,
mengembangkan potensi yang dimiliki, dan mengekspresikan potensi yang
dimilikinya.
Inti
dari kecerdasan ini adalah cara memahami diri sendiri, kemampuan emosi,
pengetahuan akan kekuatan dan kelemahan pada diri sendiri secara mendalam,
kemampuan intuitif, kemampuan untuk
memotivasi diri, penyendiri, dan sensitif terhadap nilai diri dan tujuan hidup.
5.
Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan
interpersonal merupakan kemampuan dalam hal memahami hingga bekerja sama dengan
orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain.
Inti
dari kecerdasan ini adalah kepekaan dalam mencerna dan merespons secara tepat
suasana hati, tempramen, motivasi, dan keinginan orang lain yang berkaitan
dengan kemampuan dalam bergaul, memimpin, kepekaan sosial yang tinggi,
negosiasi, bekerja sama, dan kemampuan empati yang tinggi.
6.
Kecerdasan Musikal
Pengertian
dari kecerdasan musikal adalah kemampuan kepekaan terhadap pola nada, irama, dan
melodi. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan dalam menyanyikan lagu, mengingat
melodi musik, peka akan irama, dan menikmati musik.
Esensi
dari kecerdasan musikal adalah kemampuan dalam menciptakan lagu, mendengar nada
dari sumber bunyi, mengatur irama-irama musik, dan memainkan alat musik.
7.
Kecerdasan Kinestetik
Kecerdasan
ini adalah kemampuan seseorang dalam mengekspresikan ide dan perasaan dalam
bentuk gerak tubuh. Kecerdasan ini dimiliki pada orang yang biasa menggunakan
koordinasi tubuhnya dan mampu mengontrol gerakan-gerakan itu layaknya para
penari.
Inti
dari kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan dalam hal mengelola gerak tubuh,
kemahiran dalam melakukan gerak respons, dan reflek yang berkaitan dengan
kemampuan gerak motorik dan keseimbangan.
8.
Kecerdasan Visual Spasial
Definisi
dari kecerdasan visual spasial adalah kemampuan seseorang dalam hal mengindra
atau membayangkan bentuk secara dan menciptakan kembali atau mengubah
aspek-aspek bentuk yang dilihat atau dibayangkan.
Kecerdasan
ini melibatkan kemampuan memvisualisasikan gambar di dalam kepala seseorang dan
menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi.
Komponen
inti yang diperlukan untuk kecerdasan ini adalah dalam hal kepekaan merasakan
dan membayangkan gambar dalam ruang secara akurat yang berkaitan dalam
keterampilan menggambar, memotret, membuat patung, dan mendesain.
9.
Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan
satu ini berkaitan dengan kepekaan dan kemampuan dalam hal menjawab segala
bentuk pertanyaan mengenai eksistensi manusia. Prinsipnya adalah pencarian
eksistensi seseorang dalam kehidupan. Di masa kini sering disebut sebagai
kecerdasan spiritual (SQ).
Sifat
kecerdasan ini selalu berusaha menemukan relasi antara kebutuhan belajar dengan
kemampuan dalam hal menciptakan kesadaran akan kehidupan setelah kematian.
Inilah yang disebut Gardner sebagai kecerdasan spiritual.
Jadi,
intinya kecerdasan itu tidak hanya sekedar kecerdasan intelektual yang dapat
diukur melalui tes tertulis yang tingkatannya ditentukan berdasarkan nilai yang
diperoleh. Melainkan melibatkan pencarian keterampilan, dan bakat yang dimiliki
seseorang.
Menurut
teori multiple intellegence pemanfaatan
kecerdasan yang tepat dalam proses pembelajaran akan sangat meningkatkan
kemampuan belajar seseorang. Dengan kekuatan belajar tersebut, maka hasil yang
didapatkan bisa lebih terlihat. Melalui pembelajaran yang disesuaikan dengan
kecerdasan ynag dimiliki peserta didik maka mereka akan lebih termotivasi untuk
belajar sehingga aktivitas belajar berjalan, siswa pun dapat aktif dalam
prosesnya, dan mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan yang diiringi
dengan peningkatan di dalam prosesnya ke depan.
[1]
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 5, Ayat 1, Tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
[2] Yuli
Fajar Susetyo, Rahasia Menjadi Motivator
Siswa, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2011), hlm.55.
[3] Munif
Khatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah
Berbasis Multiple Intellegence di Indonesia, (Bandung: Kaifa, 2009), hlm. 102.
[4] Dedi
Supriadi, Kreativitas, Kebudayaan, dan
Perkembangan IPTEK, (Bandung: Alfabeta, 1954), hlm. 6-7.
[5] Muhammad
Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi
Remaja; Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), hlm.
41.
[6] Ibid,. hlm. 41.
[7] Utami
Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak
Berbakat, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012), cet ke-3, hlm. 50.
[8]
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 1, Ayat 1, Tentang
Dosen dan Guru.
[9] Sri Esti
Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan,
(Jakarta: Grasindo, 2006), hlm. 27-29.
[10]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm.
252-253.
[11] Erwin
Widiasworo, Rahasia Menjadi Guru Idola:
Paduan Memaksimalkan Proses Belajar Mengajar Secara Kreatif dan Interaktif,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 72.
[12] Eric
Jensen, Memperkaya Otak: Cara
Memaksimalkan Potensi Setiap Pembelajar, (Jakarta: Indeks, 2008), hlm. 25.
DAFTAR
PUSTAKA
Dedi Supriadi, Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan
IPTEK, Bandung: Alfabeta, 1954.
Erwin Widiasworo, Rahasia Menjadi Guru Idola: Paduan
Memaksimalkan Proses Belajar Mengajar Secara Kreatif dan Interaktif, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2014.
Jensen, Eric, Memperkaya Otak: Cara Memaksimalkan Potensi
Setiap Pembelajar, Jakarta: Indeks, 2008.
Muhammad Ali dan
Muhammad Asrori, Psikologi Remaja;
Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.
Munif Khatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis
Multiple Intellegence di Indonesia, Bandung: Kaifa, 2009.
Sri Esti Wuryani
Djiwandono, Psikologi Pendidikan, Jakarta:
Grasindo, 2006.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 5, Ayat 1, Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 1, Ayat 1, Tentang Dosen dan Guru.
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2012.
Yuli Fajar Susetyo, Rahasia Menjadi Motivator Siswa, Yogyakarta:
Pinus Book Publisher, 2011.
http://ilmu-pendidikan.net/profesi-kependidikan/guru/peran-guru-dalam-kegiatan-belajar-mengajar,
diakses pada hari Jumat, 11 Maret 2016 pukul 17.30 WIB.
http://belajarpsikologi.com/multiple-intelligences-atau-kecerdasan-ganda/,
diakses pada hari Sabtu, 9 April 2016 pukul 14.12 WIB
What Happens When Your Casino Is Closed? | Jeopardy
BalasHapusIn 경기도 출장안마 this post, we answer 진주 출장마사지 the question “How do casinos close?” This is a common phrase that is used to 전주 출장안마 describe 양주 출장안마 the effect the casino has had on the player. This is 김포 출장마사지 how it