Evaluasi Belajar dan Evaluasi Pembelajaran
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Sesuai dengan definisi
Stuart Hall, stereotipe merupakan representasi yang diyakini mewakili kelompok
tertentu terlepas dari benar atau tidaknya. Stereotipe ditanamkan melalui
ideologi-ideologi yang dibangun oleh institusi-institusi dan sifatnya terasa
sangat alami, memasuki alam bawah sadar manusia secara halus dan cerdik, sangat
cerdik.[1]
Institusi pendidikan
pun secara tanpa disadari telah menjadi bagian dari penanaman sterotipe yang
kini mewakili kelompok-kelompok tertentu.
Cobalah perhatikan
potret dari soal UTS kelas I SD yang tertaut di atas. Ada beberapa butir soal
yang menggelitik hati jika dicermati, khususnya pada bagian yang sengaja
ditandai dengan warna hijau. Pertama, adalah soal nomor 5 dengan bunyi sebagai
berikut : Orang yang mencari nafkah untuk keluarga adalah… dan batasan pilihan
berupa ayah, ibu dan kakak. Soal kedua yang juga menggelitik adalah soal nomor
8 dengan bunyi : Reni dan Eva bermain… dan batasan pilihan berupa bola, boneka,
dan layang-layang. Lalu, pada soal nomor 9 dengan bunyi : Yogi, Rizki, dan Ivan
adalah nama... dan batasan pilihannya adalah laki-laki, perempuan, dan bayi. Soal
ini adalah soal pilihan ganda, yang artinya satu soal hanya memiliki sebuah
jawaban yang tepat.
Untuk soal nomor 5
kebanyakan dari kita jelas yakin jika jawaban yang benar adalah ayah. Lalu,
untuk nomor 8 yang benar adalah boneka. Dan, untuk nomor 9 yang benar
jawabannya adalah laki-laki. Itulah jawaban yang setidaknya kita pilih jika
tidak ingin mendapat nilai jelek.
Namun, jika kita
cermati dengan cara membandingkan idealisme jawaban soal tersebut dengan
realita yang ada di kehidupan, pasti akan ada yang berbeda. Misalkan, untuk
jawaban nomor 5, bisa saja bagaimana jika di rumah seorang anak bukan ayah yang
mencari nafkah? Bagaimana jika, maaf kedua orang tuanya sudah meninggal dunia,
sehingga kakaknya yang mencari nafkah untuknya? Bagaimana jika ia tinggal
bersama ibunya sebagai seorang single
parent? Atau untuk soal lainnya adalah bagaimana jika Reni dan Eva sukanya
main layang-layang atau main bola, karena mereka tomboy atau bahkan tidak mampu
membeli sebuah boneka? Apakah perempuan selalu harus bermain boneka dan tidak
boleh bermain bola? Lalu, bagaimana jika seandainya nama Yogi, Rizki, dan Ivan
ternyata juga ditemukan pada perempuan? Bukankah kadang kita menemukan
perempuan yang namanya seperti nama laki-laki?
Tapi, sebenarnya
sterotipe ini tidak akan terjadi secara berkelanjutan jika guru memahami secara
benar konsep dasar dari evaluasi belajar, evaluasi pembelajaran, dan penggunaan
instrumen penilaian dengan cara tes dan non tes. Karena, ketika guru mengerti
cara menyusun sistem penilaian untuk evaluasi belajar dan evaluasi pembelajaran
pada siswa dan mengetahui hal-hal apa saya yang dapat dijadikan tolak ukur
untuk mengetahui kemampuan siswanya dalam belajar selama ini dengan cara tes
atau pun non tes, maka akan didapatkan proses dan hasil belajar serta
pembelajaran yang berkualitas.
Sesuai dengan prinsip
penyelenggaraan pendidikan yang diuraikan dalam Undang-Undang Sidiknas perihal
penyelenggaraan pendidikan yang sifatnya demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keragaman,
kebudayaan dan kemajemukan bangsa, maka pendidikan multikulturalisme ditengarai
perlu untuk diterapkan di Indonesia dimana pendidikan multikultural
didefinisikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Akan tetapi,
sebelum sampai pada ranah pendidikan multikulturalisme, guru harus mampu untuk
mengerti bagaimana cara yang benar untuk melakukan evaluasi belajar dan
evaluasi pembelajaran. Serta, guru harus lebih cermat dalam memberikan
penilaian dari cara tes dan non tes agar istitusi pendidikan tidak lagi
disusupi sterotipe-sterotipe dari kelompok tertentu yang berusaha mengancam
kesatuan bangsa dengan cara menciptakan perbedaan-perbedaan melalui dogma yang
sengaja ditanamkan.
1.1.Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan evaluasi belajar?
2. Mengapa
evaluasi belajar perlu dilakukan?
3. Apakah
yang dimaksud dengan evaluasi pembelajaran?
4. Mengapa
evaluasi pembelajaran perlu dilakukan?
5. Hal
apa saja yang perlu dimengerti dari instrumen penilaian tes dan non tes?
1.2.Tujuan
1. Mahasiswa
sebagai calon guru dapat memahami alasan perlu dilakukannya evaluasi belajar
dan cara mengevaluasi hasil belajar dengan benar .
2. Mahasiswa
sebagai calon guru dapat mengerti pentingnya melakukan evaluasi pembelajaran
dan memahami cara melakukan evaluasi belajar yang tepat.
3. Mahasiswa
sebagai calon guru diharapkan kedepannya dapat mengerti cara menggunakan
instrumen penilaian tes dan non tes dengan benar.
1.3.Manfaat
1. Dapat
dijadikan referensi pelengkap untuk bahan materi mata kuliah Teori Belajar dan
Pembelajaran (TBP), khususnya mengenai evaluasi belajar, evaluasi pembelajaran,
dan instrumen penilaian tes dan non tes.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Evaluasi
Belajar
2.1.1.
Pengertian Pengukuran, Penilaian (Asesmen) dan Evaluasi
2.1.1.1. Pengertian Pengukuran
Secara formal, pengukuran dapat diartikan sebagai
"pemberian angka kepada suatu atribut
atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu
menurut aturan atau formulasi yang jelas". Misalnya untuk mengukur
tinggi atau berat seseorang , dengan mudah kita dapat memahami karena aturannya
telah diketahui secara umum. Tetapi untuk mengukur pendengaran , penglihatan
atau kepekaan seseorang jauh lebih komplek dari itu dan tidak semua orang dapat
memahaminya. Kegiatan pengukuran itu menjadi lebih komplek lagi apabila
digunakan dalam mengukur psikologik seseorang, seperti kecerdasan, kematangan
atau kepribadian karena pengukuran ini menuntut keahlian dan latihan tertentu.
Demikian juga halnya pengukuran dalam bidang
pendidikan kita hanya
mengukur atribut atau karakteristik peserta didik
tertentu bukan peserta didik itu sendiri. Misalkan seorang dosen dapat mengukur
penguasaan peserta didik dalam mata kuliah tertentu atau kemampuan dalam
melakukan suatu keterampilan tertentu yang telah dilatih.
Sedangkan pengukuran dalam kegiatan belajar dan
pembelajaran merupakan proses
membandingkan tingkat keberhasilan belajar dan pembelajaran dengan ukuran
keberhasilan belajar dan pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif
Berikut beberapa definisi mengenai
pengukuran menurut beberapa ahli:
1.
Pengukuran secara lebih formal sebagai suatu proses di
mana kita mengenakan angka-angka kepada barang atau gejala-gejala berdasarkan
aturan-aturan tertentu.
2.
Pengukuran sebagai proses membandingkan sesuatu dengan
satuan ukuran tertentu.
3.
Norman E. Gronlund (1971) secara sederhana merumuskan
pengukuran sebagai "measurement is limited
to quantitative descriptions of pupil behavior"
4.
Victor H. Noll (1957) mengemukakan dua karakteristik
utama pengukuran yaitu "quantitativeness" dan "constancy of
units". Yang menyatakan "Since measurement is a quantitative
process, the results of measurement are always expressed in numbers ".
Dari definisi yang telah dikemukakan di atas terdapat
dua karakteristik
pengukuran yang utama yaitu:
1. Penggunaan
angka atau skala tertentu
Skala atau angka dapat diklasifikasikan menjadi 4
kategori yaitu:
a. Skala
nominal yaitu skala yang bersifat kategori (misalnya, bila satu soal dapat
dijawab benar maka mendapat skor 1, dan sebaliknya apabila siswa menjawab soal
salah maka diberi skor nol).
b. Skala
ordinal yaitu angka yang menunjukkan adanya urutan, tanpa mempersoalkan jarak
antar urutan tersebut, (misalnya, angka yang menunjukkan urutan ranking siswa
dalam suatu mata kuliah tertentu).
c. Skala atau
angka interval yaitu angka yang menunjukkan adanya jarak yang sama dari angka yang
berurutan, (misalnya, angka Km untuk mengukur jarak yaitu jarak antara Km 1
dengan Km 2 sama dengan jarak Km 3 dengan Km 4).
d. Skala atau
angka rasio yaitu angka yang memiliki semua karakteristik angka atau yang
terdahulu dan ditambah dengan satu karakteristik lagi, yaitu skala tersebut
berlanjut terus ke atas dan ke bawah jadi memiliki nol mutlak, (misalnya, orang
yang mempunyai IQ: 70 dan yang lain IQ.140 tidak dapat dikatakan orang kedua
dua kali lebih cerdas dari orang pertama, karena skala IQ adalah skala
interval).
2. Menurut
suatu aturan atau formula tertentu
Seperti dalam mengukur tinggi atau berat seseorang,
mengukur pendengaran atau kepekaan seseorang, mengukur karakteristik psikologik
seseorang dan lain sebagainya.
2.1.1.2. Pengertian Penilaian
Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang
diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan
instrument tes atau non tes . Sedangkan pengertian penilaian belajar dan
pembelajaran adalah suatu proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan belajar
dan pembelajaran secara kualitatif.
Tujuannya adalah memberi nilai tentang kualitas
sesuatu. Penilaian di sini tidak hanya sekedar mencari jawaban terhadap
pertanyaan tentang apa, tetapi lebih diarahkan kepada menjawab pertanyaan
bagaimana atau seberapa jauh suatu proses atau hasil yang diperoleh seseorang
atau suatu program.
Secara sederhana penilaian dapat digambarkan sebagai
suatu proses dimana kita mempertimbangkan sesuatu barang atau gejala dengan mempergunakan
patokan-patokan (baik-tidak baik, memadai-tidak memadai, memenuhi syarat-tidak
memenuhi syarat dan seterusnya) tertentu. Dengan perkataan lain kita mengadakan
value judgment. Pertimbangan-pertimbangan yang dimaksud bukan saja
mencakup pertimbangan-pertimbangan yang berbentuk atau bertolak dari informasi
kuantitatif (misalnya divan yang panjangnya 1,60 meter tidak cukup buat saya,
karena tinggi saya 1,77 meter) akan tetapi juga meliputi
pertimbangan-pertimbangan non kuantitatif (seperti anak itu sopan, murid itu
rajin, gadis itu cantik dan lain sebagainya). Pertimbangan ini bisa dicapai
melalui pengalaman yang subyektif, tetapi bisa juga dengan cara-cara yang lebih
sistematis, termasuk dengan menggunakan prosedur ilmiah.
Dalam penilaian pendidikan patokan-patokan yang
dipergunakan seharusnya bersumber pada tujuan yang akan dicapai, baik tujuan
jangka panjang maupun penjabarannya menjadi konsep-konsep operasional dalam
bentuk tujuan-tujuan jangka pendek.
2.1.1.3. Pengertian Evaluasi (evaluation)
Kata evaluasi merupakan pengindonesiaan dari kata evaluation
dalam bahasa Inggris, yang lazim diartikan dengan penaksiran atau penilaian.
Kata kerjanya adalah evaluate yang berarti menaksir atau menilai.
Sedangkan orang yang menilai atau menaksir disebut sebagai evaluator (Echols,
1975).
Sejumlah ahli mengemukakan
pemahaman evaluasi secara etimologis, seperti Grounlund, Nurkancana, dan Raka
Joni. Menurut Grounlund (1976) ” a systematic process of determining the
extent to which instructional objectives are achieved by pupil ”.
Nurkancana (1983) menyatakan bahwa evaluasi dilakukan berkenaan dengan proses
kegiatan untuk menentukan nilai sesuatu. Sementara Raka Joni ( 1975)
mengartikan evaluasi sebagai suatu proses dimana kita mempertimbangkan sesuatu
barang atau gejala dengan mempertimbangkan patokan-patokan tertentu, patokan
tersebut mengandung pengertian baik-tidak baik, memadai tidak memadai,
memenuhi syarat tidak memenuhi syarat, dengan perkataan lain menggunakan value
judgment.
Dengan pengertian di atas
maka dapat dikemukakan bahwa evaluasi
adalah suatu proses menentukan nilai seseorang dengan menggunakan
patokan-patokan tertentu untuk mencapai tujuan. Sementara evaluasi hasil
belajar adalah suatu proses menetukan nilai prestasi belajar pembelajar dengan
menggunakan patokan-patokan tertentu guna mencapai tujuan pengajaran yang telah
ditentukan sebelumnya.
2.1.2.
Perumusan
Penilaian menurut Para Ahli
Untuk memperjelas lagi, ada beberapa perumusan
penilaian sebagai padanan kata evaluasi menurut beberapa ahli diantaranya:
1.
Adam (1964), menjelaskan bahwa kita mengukur berbagai
kemampuan anak didik. Bila kita melangkah lebih jauh lagi dalam
menginterpretasikan skor sebagai hasil pengukuran itu dengan menggunakan
standar tertentu untuk menentukan nilai dalam suatu kerangka maksud pendidikan
dan pelatihan atas dasar beberapa pertimbangan lain untuk membuat penilaian,
maka kita tidak lagi membatasi diri kita dalam pengukuran karena telah
mengevaluasi kemampuan atau kemajuan anak didik.
2.
Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen (1961),
menjelaskan bahwa evaluasi berhubungan dengan pengukuran . Dalam beberapa hal
evaluasi lebih luas, karena evaluasi juga termasuk penilaian penilaian formal
dan penilaian intuitif mengenai kemajuan peserta didik. Evaluasi juga mencakup
penilaian tentang apa yang baik dan apa yang diharapkan. Dengan demikian hasil
pengukuran yang benar merupakan dasar yang kokoh untuk
melakukan penilaian.
3.
Arikunto (1990), penilaian lebih menekankan kepada
proses pembuatan keputusan terhadap sesuatu ukuran baik-buruk yang bersifat
kuantitatif. Sedangkan pengukuran menekankan proses penentuan kualitas sesuatu
yang dibandingkan dengan satuan ukuran tertentu. Sehingga dari batasan
pengukuran dan penilaian di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran dilakukan apabila
kegiatan penilaian membutuhkannya, bila
kegiatan pengukuran tidak membutuhkan maka kegiatan pengukuran
tidak perlu dilakukan. Selanjutnya hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif
akan diolah dan dibandingkan dengan kriteria sehingga didapat hasil penilaian
yang bersifat kualitatif.
4.
Ralph Tyler (1950) menyatakan bahwa Evaluasi merupakan
sebuah proses pengumpulan data untuk
menentukan sejauh mana,
dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah
tercapai.
2.1.3.
Perumusan
Penilaian untuk Evaluasi Belajar
Penilaian atau assesement
terhadap pembelajaran siswa membutuhkan
penggunaan sejumlah teknik untuk mengukur prestasi siswa. Penilaian merupakan
suatu proses sistematis yang memainkan peran penting dalam pengajaran yang
efektif. Penilaian berawal dari identifikasi tujuan pembelajaran (learning goal) dan berakhir dengan
penilaian (judgment) tentang seberapa
dalam tentang tujuan itu telah tercapai.
Seringkali orang dibingungkan oleh istilah penilaian,
ujian, dan pengukuran karena mungkin saja kesemuanya terlinat dalam proses
suatu tunggal. Penilaian hasil belajar adalah segala macam prosedur yang
digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai unjuk kerja (performance) siswa
atau seberapa jauh siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Penilaian meliputi tes menggunakan kertas dan pensil dan unjuk
kerja atas kegiatan (seperti percobaan laboratorium). Penilaian menjawab
pertanyaan “Sebagaimana bagus penampilan individual?”
Tes (test) adalah suatu instrument atau prosedur
sistematik untuk mengukur sampel dari perilaku dengan memberikan serangkaian
pertanyaan dalam bentuk seragam. Karena tes merupakan bentuk penilaian, maka
tes juga menjawab pertanyaan “Sebagaimana bagus penampilan individual-apakah
dalam perbandinganya dengan siswa yang lain ataukah perbandingannya dengan
ranah tugas kerja?”
Pengukuran atau measurement adalah suatau proses yang
mengandung deskripsi numeric dari tingkatan dimana individu memiliki
karakteristik tertentu. Pengukuran menjawab pertanyaan “Seberapa banyak?”
Istilah penilaian lebih komprehensif dan inklusif
dibanding pengukuran dan tes. Istilah pengukuran terbatas pada deskripsi
kuantitatif dari siswa, dimana hasil pengukuran selalu dideskripsikan dalam
angka. Pengukuran tidak melibatkan deskripsi kualitatif. Penilaian melibatkan
deskripsi kuantitatif dan deskripsi kualitatif dari siswa. Proses penilaian
dapat dilihat dari gambar berikut :
2.1.1.
Penilaian Hasil Belajar dan Kegunaannya
Penilaian hasil belajar adalah segala macam prosedur
yang digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai unjuk kerja (performance)
siswa atau seberapa jauh siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan
Menurut W. James Popham (1995), telah terjadi
pergeseran terhadap alasan pemberian penilaian. Alasan tradisional tentang
mengapa guru menilai siswa adalah untuk :
1. Mendiagnosa
kekuatan dan kelemahan siswa
2. Memonitor
kemajuan siswa
3. Menetapkan
tingkatan siswa
4. Menentukan
keefektifan instruksional
Sedangkan alasan terkini tentang mengapa guru melakukan
penilaian adalah untuk:
1. Mempengaruhi
persepsi publik tentang keefektifan pendidikan
2. Membantu
mengevaluasi guru
3. Meningkatkan
kualitas instruksional
Penilaian hasil belajar sebagai salah satu komponen
dari penilaian akan lebih efektif bila mengikti peraturan sebagai berikut :
1. Jelas
merinci apa yang akan dinilai yang menjadi prioritas dalam proses penilaian.
2. Suatu
prosedur penilaian haruslah diseleksi karena berkaitan dengan karakteristik
atau unjuk kerja yang diukur.
3. Penilaian
yang komprehensif membutuhkan beraneka prosedur
4. Penilaian
membutuhkan pengetahuan mengenai keterbatasannya.
5. Penilaian
merupakan suatu cara untuk mendapatkan apa yang akan diinginkan, bukan akhir
dari proses itu sendiri.
Beberapa tujuan atau fungsi dari evaluasi hasil belajar adalah:
a. Diagnostik:
menentukan letak kesulitan-kesulitan siswa dalam belajar, bisa terjadi pada
keseluruhan bidang yang dipelajari oleh siswa atau pada bidang-bidang tertentu
saja.
b. Seleksi:
menentukan mana calon siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu dan mana
yang tidak dapat diterima. Seleksi dilakukan guna menjaring siswa yang memenuhi
syarat tertentu
c. Kenaikan
kelas: menentukan naik/lulus tidaknya siswa setelah menyelesaikan suatu program
pembelajaran tertentu
d. Penempatan:
menempatkan siswa sesuai dengan kemampuan/potensi mereka. Instrumen yang
digunakan antara lain readiness test,
aptitude test, pre-test dan teknik-teknik observasi.
Terdapat
beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengumpulkan bukti-bukti kemajuan
belajar siswa, yaitu :
a. Penilaian
portofolio (portfolio)
Portofolio merupakan kumpulan hasil kerja siswa yang
sistematis dalam satu periode. Kumpulan hasil kerja ini memperlihatkan prestasi
dan ketrampilan siswa. Hal penting yang menjadi ciri dari portofolio adalah
hasil kerja tersebut harus diperbaharui sebagaimana prestasi dan ketrampilan
siswa mengalami perkembangan. Dalam dunia pengajaran, portofolio merupakan
bagian integral dari proses pembelajaran.
b. Penilaian
melalui unjuk kerja (performance)
Penilaian untuk kerja adalah penilaian berdasarkan
hasil pengamtan penilai terhadap aktivitas siwa sebagaimana yang terjadi.
Penilaian dilakukan terhadap unujk kerja, tingkah laku, atau interaksi siswa.
Cara penilaian ini lebih otentik daripada tes tertulis karena bentuk tugasnya
lebih mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Semakin banyak kesempatan
guru mengamati unjuk kerja siswa, semakin reliable hasil penilaian tersebut.
Penilaian dengan cara ini, lebih tepat digunakan untuk
menilai kemampuan siswa dalam penyajian lisan (keterampilan berbicara,
berpidato). Pemecahan masalah dalam suatu kelompok, partisipasi siswa dalam
diskusi kelompok kecil, dan sebagainya.
c. Penilaian
melalui penugasan (project)
Penilaian melalui proyek dilakukan terhadap suatu
tugas atau penyelidikan yang dilakukan siswa secara individual atau kelompok
untuk periode tertentu. Penyelidikan meliputi pengumpulan dan
pengorganisasian data, analisa data, dan
penyajian data dalam bentuk laporan. Proyek seringkali melibatkan pencarian
data primer dan sekunder, mengevaluasi secara kritis hasil penyelidikan, dan
kerjasama dengan orang lain. Oleh karena itu, proyek sangat bermanfaat bila
digunakan untuk menilai keterampilan menyelidiki secara umum untuk segala bidang pembelajaran. Di
samping itu, proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman dan pengetahuan
siswa dalam bidang tertentu dan mengetahui kemampuan siswa dalam
menginformasikan subyek tertentu secara jelas.
d. Penilaian
melalui hasil kerja (product)
Penilaian hasil kerja adalah penilaian terhadap
kemampuan siswa membuat produk-produk teknologi dan seni seperti makanan,
pahatan, dan barang logam.
Cara ini tidak hanya untuk melihat hasil akhirnya saja
tetapi tugas dari proses pembuatannya. Contohnya kemampuan siswa menggunakan
berbagai teknik menggambar, menggunkana alat dengan aman dan sebagainya.
e. Penilaian
melalui tes tertulis (pencil and paper)
Tes tertulis biasanya diadakan untuk waktu yang
terbatas dan dalam kondisi tertentu Secara umum bentuk-bentuk tes tertulis
adalahbenar-salah, menjodohkan, pilihan ganda, isian singkat maupun uraian atau
esai.
2.2.
Evaluasi
Pembelajaran
2.2.1.
Pengertian
Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi
pembelajaran merupakan suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan
penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputisan yang dibuat dalam
merancang suatu sistem pembelajaran. Pengertian tersebut memiliki tiga imlikasi
rumusan. Berikut ini implikasi tersebut:
1. Evaluasi
pembelajaran adalah suatu proses yang terus menerus, sebelum, sewaktu dan
sesudah proses belajar mengajar.
2. Proses
evaluasi pembelajaran senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu, yakni untuk
mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki pengajaran.
3. Evaluasi
pembelajaran menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akurat dan bermakna untuk
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan.[1]
2.2.2.
Fungsi Tujuan dan Manfaat dari Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran
merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah kurikulum. Walaupun dalam
tatanan kurikulum evaluasi berada di urutan terakhir, evaluasi berperan penting
untuk menentukan sukses atau tidaknya proses pembelajaran yang dilakukan selama
ini sekaligus mempengaruhi proses pembelajaran selanjutnya.[2]
Dari definisi yang
telah disebutkan sebelumnya, dapat kita ambil kesimpulan bahwa ada beberapa
poin penting yang dapat diambil dari rumusan definisi tersebut. Berikut ini sedikit
penjabaran tentang poin-poin yang harus ada di dalam suatu evaluasi.
1.
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan,
hal ini berarti evaluasi adalah proses yang berlangsung terus menerus baik
sebelum melakukan proses belajar mengajar atau sesudah proses belajar mengajar
bahkan evaluasi juga harus dilakukan selama proses belajar mengajar
berlangsung.
2.
Pengumpulan dan penafsiran informasi,
hal ini berarti evaluasi harus memiliki tujuan tertentu untuk apa sebuah
evaluasi dilakukan.
3.
Untuk menilai keputusan-keputusan, hal
ini berarti harus ada standar pengukuran tertentu untuk menyatakan apakah
evaluasi proses pembelajaran telah sesuai atau belum sehingga dapat memberikan
keputusan yang sesuai dengan data dan informasi yang dikumpulkan.
Secara umum ada 2
evaluasi yang harus dilakukan dalam mengevaluasi pembelajaran. Yang pertama
adalah evaluasi yang dilakukan siswa yakni berupa proses dan hasil. Dan yang
kedua adalah evaluasi yang harus dilakukan oleh guru yakni berupa evaluasi diri
sendiri. menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang guru tentunya untuk
terus mengevaluasi dirinya sendiri dalam melakukan proses mengajar.[3]
Ada beberapa tujuan
mengapa dilakukan evaluasi pembelajaran, antara lain :
1.
Menentukan hasil belajar siswa berupa
angka yang selanjutnya akan menjadi laporan kepada orang tua siswa dan
menjadikan acuan penentu apakah siswa naik kelas atau tidak naik kelas atau
lulus atau tidak lulus.
2.
Memberikan fasilitas pembelajaran yang
sesuai dengan kemampuan dan minat yang dimiliki oleh siswa.
3.
Mengenal latar belakang siswa yang dapat
berguna untuk menyelesaikan permaslahan-permasalahan yang dimiliki siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar seperti sebab-sebab kesulitan belajar yang
pada akhirnya dapat menjadi input atau masukan bagi tugas BP (bimbingan dan
penyuluhan).
4.
Sebagai feedback bagi guru untuk perlu atau tidaknya melakukan remedial.
Manfaat dari
dilakukannya evaluasi pembelajaran.
1.
Kurikuler, sebagai pengukur apakah
tujuan mata pelajaran telah tercapai atau belum.
2.
Instruksional, sebagai alat ukur apakah
proses belajar mengajar telah berjalan sesuai rencana.
3.
Placement, melakukan penempatan yang
sesuai kepada siswa tentang pembelajaran yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
4.
Diagnostik, sebagai alat diagnostik
untuk mengetahui kelemahan siswa dan memberikan solusi penyembuhan atau
penyelesaian kepada siswa-siswa yang mengalami kesulitan.
5.
Administratif BP, sebagai input bagi
bagian BP untuk membantu mengarahkan siswa-siswa yang mengalami kesulitan
belajar.
2.3.
Macam-Macam
Bentuk Instrumen Penilaian Tes dan Non Tes
2.3.1.
Instrumen
Tes
Tes dapat didefinisikan sebagai suatu pertanyaan atau
tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi
tentang trait atau atribut pendidikan
atau psikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai
jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Bila dilihat dari konstruksinya
maka tes dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Tes Esai
(Uraian)
Tes esai adalah butir
soal yag mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal
tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes. Ciri
khas tes esai adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh orang
yang mengkonstruksikan butir soal, tetapi harus dipasok oleh peserta tes. Jadi
yang terutama membedakan tipe soal objektif dan tipe soal uraian adalah siapa
yang menyediakan jawaban atau alternatif jawaban terhadap soal atau tugas yang
diberikan. Butir soal tipe uraian hanya terdiri dari pertanyaan atau tugas
(kadang-kadang juga harus disertai dengan beberapa ketentuan dalam menjawab
soal tersebut), dan jawaban sepenuhnya harus dipirkan oleh peserta tes.Setiap
peserta tes dapat memilih, menghubungkan dan menyampaikan gagasannya dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Dengan pengertian ini maka akan segera
kelihatan bahwa pemberian skor terhadap jawaban soal tidak mungkin dilakukan
secara objektif.
Kelebihan Tes Esai
(Uraian)
1.
Tes esai dapat digunakan dengan baik
untuk mengukur hasil belajar yang kompleks.
2.
Tes bentuk uraian terutama menekankan
kepada pengukuran kemampuan dan keterampilan mengintegrasikan berbagai buah
pikiran dan sumber informasi ke dalam suatu pola berpikir tertentu, yang
disertai dengan keterampilan pemecahan masalah. Integrasi buah pikiran itu
membutuhkan dukungan kemampuan untuk mengekspresikannya.
3.
Bentuk tes esai lebih meningkatkan
motivasi peserta tes untuk belajar dibandingkan bentuk tes dan yang lain.
4.
Memudahkan dosen untuk menyusun butir
soal. Kemudahan ini dapat disebabkan karena jumlah butir soal tidak perlu
terlalu banyak dan dosen tidak selalu harus memasok jawaban atau kemungkinan
jawaban yang benar.
5.
Tes esai sangan menekankan kemampuan
menulis. Karena akan sangat mendorong mahasiswa dan dosen untuk belajar dan
mengajar menyatakan pikiran secara tertulis.
Kelemahan Tes Esai
(Uraian)
1.
Reliabilitas rendah. Artinya skor yang
dicapai oleh peserta tes tidak konsisten bila tes yang sama atau tes yang
parallel diuji ulang beberapa kali.
2.
Untuk menyelesaikan tes esai dengan baik
dosen dan mahasiswa harus menyediakan waktu cukup banyak.
3.
Jawaban peserta tes kadang-kadang
disertai dengan bualan.
4.
Kemampuan menyatakan pikiran secara
tertulis menjadi hal yang paling utama membedakan prestasi belajar antar
mahasiswa.
Penggunaan Tes Esai
(Uraian)
1.
Bila jumlah mahasiswa atau peserta ujian
terbatas maka soal uraian dapat
digunakan karena masih mungkin bagi dosen untuk dapat memeriksa hasil ujian
tersebut dengan baik.
2.
Bila waktu yang dipunyai dosen untuk mempersiapkan
soal sangat terbtas, sedangkan ia mempunyai waktu yang cukup untuk memerikasa
hasil ujian, maka soal uraian dapat digunakan.
3.
Bila tujuan instruksional yang ingin
dicapai adalah kemampuan mengekspresikan pikiran dalam bentuk tertulis, menguji
kemampuan menulis dengan baik, atau kemampuan bahasa secara tertib, maka
haruslah menggunakan tes uraian.
4.
Bila dosen ingin mempereoleh informasi
yang tidak tertulis secara langsung dalam soal ujian tetapi dapat disim[ulkan
dari tulisan peserta tes, seperti sikap, nilai atau pendapat.
5.
Bila dosen ingin memperoleh hasil
pengalaman belajar mahasiswanya, maka tes uraian merupakan salah satu bentuk
yang paling cocok untuk mengukur pengalaman belajar tersebut.
Klasifikasi Tes Esai
(Uraian)
Tes uraian secara umum
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes uraian bebas, tes uraian terbuka dan
tes uraian terbatas, serta tes uraian objektif. Pembedaan kedua jenis tes
uraian ini adalah besarnya kebebasan yang diserikan kepada peserta tes untuk
mengorganisasikan, menulis dan menyatakan pikiran dan gagasannya.
Aturan Untuk Menyusun
Tes Esai (Uraian) Yang Baik
1.
Sediakan kesempatan bagi para siswa
untuk mempelajari bagaimana cara mempersiapkan diri dan mengikuti ulangan.
2.
Yakinkan diri anda bahwa
pertanyaan-pertanyaan telah diarahkan dan dirumuskan secara berhati-hati.
3.
Bila struktur pertanyaan disusun
berdasrakan isi pelajaran dan panjang, maka banyaknya pertanyaan dapat ditambah
dan maslah diskusi agar dikurangi.
4.
Guru harus memilki kerangka petunjuk
dalam penyususnan pertanyaan tes agar tidak menimbulkan salah tafsir dan
kebimbangan pada orang lain, terutama jika terjadi kritik dari guru lainnya.
5.
Jangan menggunakan pertanyaan yang dapat
menimbulkan berbagai kemungkinan jawaban, karena semua siswa harus mengerjakan
tes yang sama.
6.
Sediakan waktu yang memberikan
kesempatan bagi siswa untuk memberikan jawaban terhadap suatu pertanyaan
pilihan.
a. Tes
Objective
Butir soal objektif
adalah butir soal yang telah mengandung kemungkinan jawaban yang harus dipilih
atau dikerjakan oleh peserta tes. Jadi kemungkinan jawaban yang telah dipasok
oleh pengkonstruksi butir soal,. Peserta hanya harus memilih jawaban dari kemungkinan
jawaban yang telah disediakan. Dengan demikian pemeriksaan jawaban peserta tes
sepenuhnya dapat dilakukan secara objektif oleh pemeriksa. Karena sifatnya yang
objektif itu maka tidak selalu penskoran harus dilakukan oleh manusia.
Pekerjaan tersebut dapat dilakukan oleh mesin seperti mesin scanner. Jadi yang dimaksud dengan tes
objektif ialah tes yang dapat diskor secara objektif.
Secara umum ada tiga tipe tes objektif, yaitu:
a) Benar
salah (true false)
Tipe benar salah (True false item) adalah butir soal yang
terdiri dari pernyataan, yang disertai dengan alternatif jawaban yaitu
menyatakan pernyataan tersebut benar atau salah, atau keharusan memilih satu
dari dua alternatif jawaban lainnya. Alternatif jawaban itu dapat saja berbentuk
benar-salah atau setuju tidak setuju, baik tidak baik atau cara lain asalkan
alternatif itu mutual eksklusif.
v Keunggulan
butir soal tipe benar salah
1.
Mudah dikonstruksi
2.
Perangkat soal dapat mewakili seluruh
pokok bahasan.
3.
Mudah diskor
4.
Alat yang baik untuk mengukur fakta dan
hasil belajar langsung terutama yang berkenaan dengan ingatan.
v Kekurangan
butir soal tipe benar salah
1.
Mendorong peserta tes untuk menebak
jawaban
2.
Terlalu menekankan kepada ingatan.
3.
Meminta respon peserta tes yang berbentk
penilaian absolute sedangkan dalam kenyataannya hasil belajar itu kebanyakan
bukanlah sesuat kebenaran absolute tanpa kondisi.
v Beberapa
petunjuk konstruksi butir soal benar-salah
1.
Setiap butir soal harus menguji atau
mengukur hasil belajar peserta tes yang penting dan bermakna, tidak menanyakan
hal yang remeh (trivial). Misalnya:
Lemah : B-S Bung Hatta dilahirkan di Bukit Tinggi
Lebih Baik :
B-S Pemikiran Bung Hatta tentang
hak asasi manusia telah diabadikan dalam pasal-pasal UUD 1945
2.
Setiap butir soal haruslah menguji
pemahaman, tidak hanya pengukuran terhadap daya ingat.. Misalnya:
Lemah : B-S Hukum Newton I
menyatakan bahwa setiap benda akan bergerak lurus beraturan atau diam, jika
tidak ada resultan gaya yang bekerja pada benda itu.
Lebih Baik : B-S Penumpang bis yang duduk
tenang dalam bis yang berjalan dengan kecepatan 80 km /jam akan terdorong
kedepan bila bis diberhentikan secara tiba-tiba.
3.
Kunci jawaban yang ditentukan haruslah
benar. Misalnya:
Lemah : B-S Sebelum dilakukan pernikahan
calon pengantin laki-laki diharuskan melamar calon pengantin wanita.
Lebih Baik : B-S Dalam masyarakat ptrilinial
pihak calon pengantin pria diharapkan lebih mengambil inisiatif daripada pihak
calon pengantin wanita.
4.
Butir soal yang baik haruslah jelas
jawabannya bagi seorang peserta tes yang belajar, dan jawaban yang slaha
kelihatan lebih seakan-akan benar bagi peserta tes yang tidak belajar dengan
baik. Misalnya:
B-S : Makanan kaleng
lebih mahal harganya daripada makanan segar (S).
B-S : Bahasa ilmiah
yang digunakan di pesantren di Jawa Barat pada awal abad ke 20 adalah bahasa
Arab dan bahasa Jawa (B).
5.
Pernyataan dalam butir soal harus
dinyatakan secara jelas dan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Jadi butir
soal tersebut harus menggunakan kalimat sesingkat mungkin. Misalnya:
Lemah : B-S Kekalahan Jerman terhadap Sekutu
dalam Perang Dunia II bukan disebabkan oleh ketidakmampuan Jerman dalam
strategi memenangkan pertempuran tetapi lebih disebabkan oleh kelemahan
semangat perang rakyat Jerman.
Lebih Baik : B-S Hilangnya semangat perang
rakyat Jerman adalah penyebab utama kekalahan Jerman terhadap sekutu dalam
Perang Dunia II
v Modifikasi
butir soal tipe benar-salah
1.
Menyertakan jawaban yang benar bila
peserta tes memilih jawaban S. Dengan memasok jawaban yang seharusnya bila
jawaban yang dipilih S maka peserta tes harus dapat mendemonstrasikan
penguasaan bahan yang diujikan.
2.
Dalam bentuk penulisan sederetan
pernyataan sebagai kelanjutan dari suatu pernyataan sebelumnya.
b) Menjodohkan
(matching)
Tipe menjidohkan
ditulis dalam 2 kolom. Kolom pertama adalah pokok soal atau stem atau biasa
juga disebut premis. Kolom kedua adalah kolom jawaban. Tugas peserta ujian
ialah menjodohkan pernyataan dibawah kolom premis dengan pernyataan-pernyataan
yang ada dibawah kolom jawaban.
Bila tes harus
dikerjakan di lembaran jawaban yang terpisah, maka pernyataan dibawah kolom
pertama ditulis urutan nomor, dimulai dengan nomor urut soal sebelumnya. Dengan
demikian setiap nomor pernyataan dibawah kolom pertama adalah sebuah stem butir
soal yang alternatif jawabannya secara
bersama terdapat di bawah kolom kedua.
1. Kelebihan
dan Kelemahan tipe menjodohkan
v Kelebihan:
1.
Baik untuk menguji hasil belajar yang
berhubungan dengan pengetahuan tentang istilah, definisi, peristiwa atau
penanggalan.
2.
Dapat menguji kemampuan menghubungkan
dua hal baik yang berhubungan langsung maupun tidak secara langsung.
3.
Mudah dikonstruksi sehingga dosen dalam
waktu yang tidak terlalu lama dapat mengkonstruksi sejumlah butir soal yang
cukup untuk menguji satu pokok bahasan tertentu.
4.
Dapat meliputi seluruh bidang studi yang
diuji.
5.
Mudah diskor.
v Kekurangannya:
1.
Terlalu mengandalkan pada pengujian
aspek ingatan. Untuk dapat menghindarkan kelemahan ini maka konstruksi butir
soal tipe ini harus dipersiapkan secara hati-hati.
2.
Prinsip Konstruksi tipe menjodohkan
Pernyataan dibawah
kolom pertama dan dibawah kolom kedua masing-masing haruslah terdiri dari
kelompok yang homogen. Misalnya:
Pernyataan
dibawah kolom kedua harus lebih banyak dari pernyataan di bawah kelompok
pertama. Untuk memudahkan penyediaan lembaran jawaban yang seragam, maka
dianjurkan supaya jumlah pernyataan di bawah kolom pertama berkisar antara 3
atau 4 buah. Sedangkan pernyataan dibawah kolom kedua adalah 5. Dengan demikian
lembaran jawaban akan seragam denga betuk butir soal pilihan ganda lainnya.
c)
Pilihan berganda (multiple choice)
Tipe pilihan berganda
adalah suatu butir soal yang alternatif jawabannya lebih dari dua. Pada umumnya
jumlah alternatif jawaban berkisar antara 4 atau 5 jawaban.
v Kelebihan
butir soal pilihan ganda
1.
Butir soal tipe pilihan ganda dapat
dikontruksi dan digunakan untuk mengukur segala level tujuan instruksional,
mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks.
2.
Setiap perangkat tes dapat mencakup
hampis seluruh cakupan bidang studi.
3.
Penskoran hasil kerja peserta dapat
dikerjakan secara objektif.
4.
Tipe butir soal dapat dikonstruksi
sehingga menuntut kemampuan peserta tes untuk membedakan berbagai tingkatan
kebenaran sekaligus.
5.
Jumlah option yang dapat
disediakanmelebihi dua. Karena itu akan dapat mengurangi keinginana peserta tes
untuk menebak.
6.
Tipe butir soal pilhan ganda
memungkinkan dilakukan analisis butir soal secara baik. Butir soal dapat
dikonstruksi dengan dilakukan uji coba terlebih dahulu.
7.
Tingkat kesukaran butir soal dapat
dikendali, dengan hanya mengubah tingkat homegenitas alternatif jawaban.
8.
Informasi yang diberikan lebih kaya.
Butir soal ini dapt memberikan informasi tentang peserta tes lebih banyak
kepada dosen, terutama bila butir soal itu memiliki homegenitas yang tinggi.
v Kekurangan
butir soal pilihan ganda
1.
Sukar dikonstruksi. Kesukaran dalam
mengkonstruksi butir soal tipe ini terutama untuk menemukan alternatif jawaban
yang homogen. Acapkali dosen mengkonstruksikan butir soal dengan hanya satu
alaternatif jawaban yang tersedia, yaitu kunci jawaban.
2.
Ada kecendrungan bahwa dosen
mengkonstruksi butir soal tipe ini dengan hanya menguji atau mengukur aspek
ingatan, atau aspek yang paling rendah dalam ranah kognitif.
3.
Testwise
memepunyai pengaruh yang berarti terhadap hasil tes peserta. Jadi, makin
terbiasa seseorang dengan bentuk tes tipe pilihan ganda, makin besar
kemungkinan ia akan memperoleh skor yang lebih baik.
v Ragam
Tipe pilihan ganda
1.
Pilihan ganda biasa
2.
Pilihan ganda analisis hubungan antar
hal
3.
Pilihan ganda analisis kasus
4.
Pilihan ganda kompleks
5.
Pilihan ganda yang menggunakan diagram,
gambar, grafik atau tabel.
2.3.2.
Instrumen
Non Tes
Alat ukur untuk
memperoleh informasi hasil belajar non tes terutama digunakan untuk mengukur
perubahan tingkah laku yang berkenaan dengan ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor
terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh
peserta didik daripada apa yang akan diketahui dan dipahaminya. Dengan kata
lain alat pengukuran seperti itu terutama berhubungan dengan penampilan yang
dapat diamati daripada pengetahuan dan proses mental lainnya yag tidak dapat
diamati dengan indera. Di samping itu, alat ukur seperti ini memang merupakan
satu kesatuan dengan alat ukur tes lainnya, karena tes pada umumnya mengukur
apa yang diketahui, dipahami, diaplikasikan atau yang dapat dikuasai oleh
peserta didik dalam tingkatan proses mental yang lebih tinggi. Tetapi, belum
ada jaminan bahwa yang mereka miliki dalam kemampuan mental itu dapat
didemonstrasikan dalam tingkah lakunya. Karena itu dibutuhkan beberapa alat
ukur lain yang dapat memeriksa kemampuan atau penampilan tentang apa yang telah
diketahui dan dimiliki dalam tindakan sehari-hari. Jadi, alat ukur non tes
merupakan bagian keseluruhan dari alat ukur hasil belajar peserta didik.
Menurut Asmawi Zainul
dan Noehi Nasution
Alat ukur keberhasilan
belajar non tes yang umum digunakan yaitu:
1.
Participation
Charts atau bagan partisipasi
Salah satu tujuan yang
ingin dicapai dalam suatu proses belajar mengajar ialah keikutsertaan peserta
didik secara sukarela dalam kegiatan belajar mengajar tersebut. Jadi,
keikutsertaan tersebut selain merupakan salah satu usaha memudahkan peserta
didik untuk memahami konsep yang sedang dibicarakan dan meningkatkan daya tahan
ingatan untuk mengenai suatu isi pelajaran tertentu, juga dimaksudkan untuk
menjadikan proses belajar mengajar sebagai alat meningkatkan percaya diri,
harga diri, dan lain-lain. Dengan demikian keikutsertaan peserta didik dalam
suatu proses pembelajaran harus diukur, karena ia memiliki informasi yang kaya
tentang hasil belajar yang bersifat non-kognitif. Sungguh pun participation charts belum dapat
memberikan informasi tentang alasan seseorang ikut serta dalam suatu kegiatan,
tetapi pola keikutsertaan dalam aktivitas sudah dapat menjelaskan suatu hasil
belajar yang penting yang bersifat non-kognitif
yaitu lebih bersifat afektif. Participation
Charts ini terutama berguna untuk mengamati kegiatan diskusi kelas.
2. Check Lists
(Daftar cek)
Esensi dari Check Lists adalah untuk menyatakan ada
atau tidaknya suatu unsur, komponen, sifat, karakteristik atau kejadian dalam
suatu peristiwa, tugas atau satu kesatuan yang kompleks. Dalam daftar cek
pengamat hanya dapat menyatakan ada atau tidaknya suatu hal yang sedang
diamati, bukan memberi peringkat atau derajat kualitas hal tersebut seperti
pada rating scale. Check List
bermanfaat untuk mengukur hasil belajar yang berupa produk maupun prosedur atau
proses yang dapat dirinci ke dalam komponen-komponen yang lebih kecil,
terdefinisi secara operasional dan sangat spesifik. Check Lists terdiri dari dua bagian yaitu komponen yang akan
diamati dan tanda yang menyatakan ada atau tidaknya komponen tersebut dalam
observasi.
3.
Rating
scale (Skala Lajuan)
Rating
scale adalah alat pengukuran non-tes yang menggunakan
suatu prosedur terstruktur untuk memperoleh informasi tentang sesuatu yang
diobservasi, yang menyatakan posisi sesuatu dalam hubungannya dengan yang lain.
Biasanya berisikan seperangkat pernyataan tentang karakteristik atau kualitas dari sesuatu yang akan diukur
beserta pasangannya berbentuk semacam cara menilai. Jadi suatu rating scale
terdiri atas 2 bagian yaitu:
(1) Adanya pernyataan
tentang keberadaan atau kualitas keberadaan dari suatu unsure atau
karakteristik tertentu.
(2) Adanya semacam
petunjuk penilaian tentang pernyataan tersebut.
4.
Skala sikap
Sikap sebagai suatu
konstruk psikologi harus memenuhi 2 kriteria yaitu dapat diamati dan dapat
diukur. Sikap adalah identitas kecenderungan positif atau negative terhadap
suatu objek psikologis tertentu. Untuk
mengukur sikap harus dikonstruksi skala sikap, yang dimulai dengan menentukan
dan mendefinisikan objek sikap yang akan diukur atau dengan klata lain ”sikap
terhadap apa?”. Dengan demikian harus ditentukan batas-batas objek sikap yang
akan diukur. Misalnya sikap orang terhadap hukuman mati, bunuh diri atau kaum
fundamentalis dan sebagainya. Setelah itu dikumpulkan butiir-butir pernayataan
tentang objek sikap tersebut. Barulah kemudian ditentukan format jawaban yang
akan digunakan dan cara penskoran.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Pengukuran dalam
kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan proses membandingkan tingkat
keberhasilan belajar dan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan belajar dan
pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif
Secara sederhana
penilaian dapat digambarkan sebagai suatu proses dimana kita mempertimbangkan
sesuatu barang atau gejala dengan mempergunakan patokan-patokan (baik-tidak
baik, memadai-tidak memadai, memenuhi syarat-tidak memenuhi syarat dan
seterusnya) tertentu. Dengan perkataan lain kita mengadakan value judgment.
Evaluasi hasil belajar
adalah suatu proses menetukan nilai prestasi belajar pembelajar dengan
menggunakan patokan-patokan tertentu guna mencapai tujuan pengajaran yang telah
ditentukan sebelumnya.
Evaluasi pembelajaran
merupakan suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran
informasi untuk menilai keputusan-keputisan yang dibuat dalam merancang suatu
sistem pembelajaran.
Tes dapat didefinisikan sebagai suatu pertanyaan atau
tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi
tentang trait atau atribut pendidikan
atau psikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai
jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Alat ukur untuk
memperoleh informasi hasil belajar non tes terutama digunakan untuk mengukur
perubahan tingkah laku yang berkenaan dengan ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotor terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau
dikerjakan oleh peserta didik daripada apa yang akan diketahui dan dipahaminya.
3.2.
Saran
Sesuai dengan prinsip
penyelenggaraan pendidikan yang diuraikan dalam Undang-Undang Sidiknas perihal
penyelenggaraan pendidikan yang sifatnya demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keragaman,
kebudayaan dan kemajemukan bangsa, maka pendidikan multikulturalisme ditengarai
perlu untuk diterapkan di Indonesia dimana pendidikan multikultural
didefinisikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan.
Pendidikan multikultural sebagai
perspektif yang mengakui realitas sosial, politik dan ekonomi yang dialami oleh
masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara
kultur, dan merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender,
etnisitas, agama, status sosial, ekonomi dan pengecualian-pengecualian dalam
proses pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hartini Nara dan
Siregar Eveline. 2010. Teori Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta : Ghalia Indonesia.
[1]
Rino Saputro, “Evaluasi Pembelajaran”, diakses dari http://www.siputro.com,
pada tanggal 10 Juni 2017 pukul 15.23
[2] Rino
Saputro, “Fungsi Tujuan dan Manfaat dari
Evaluasi Pembelajaran”, diakses dari http://www.siputro.com, pada tanggal 10
Juni 2017 pukul 15.23
[3] Ibid
[1]Natasha
Kania, “Masyarakat Multikultural dan
Pendidikan di Indonesia”, diakses dari
http://natashakania.wordpress.com/baca.php?id=66100#, pada tanggal 11 Juni 2017
pukul 14.34
Komentar
Posting Komentar